Profil

nama saya wahyu dwiato septiansyah,saya lahir pada tanggal 29 September 1989. biasanya teman - teman memanggil saya tito,karena itu memang nama pangilan saya. saya merupakan anak ke-4 dari empat bersaudara. bisa dibilang saya adalah anak bontot. kata orang, anak bontot merupakan anak yang selalu dimanja oleh ke-2 orang tuanya. namun, saya tidak menampik itu semua,karena saya sangat merasakan perhatian lebih yang diberikan oleh ke-2 orang tua saya. di saat saya memasuki usia 5 thn, saya didaftarkan di sebuah taman kanak - kanak yang ada di lingkungan sekitar rumah saya yang bernama taman kanak - kanak putra III. setelah itu, saya mulai mengenyam pendidikan TK disana kira - kira selama 1 thn lamanya. menurut teman saya, saya merupakan anak yang bisa dibilang nakal. pada suatu hari, saya bertengkar dengan teman saya di TK tersebut karena dia tidak diajak main dengan teman - teman yang lainnya. lalu dia pun, mendorong saya hingga saya terjatuh. setelah itu, saya pun membalasnya hingga dia menangis. saya juga pernah membuang air besar di celana,lalu saya dikurung oleh ibu guru di dalam dapur. mungkin semua hal itu tidak akan pernah saya lupakan sepanjang hidup saya. setelah lulus TK, saya memasuki jenjang sekolah dasar. sekolah dasar yang saya masuki bernama SD 05 pagi yang tepatnya berada di daerah Bendungan Hilir. disana saya mendapaatkan kesenjangan sosial yang saya rasa amat pahit. saya pernah berfikir, mungkin saya salah masuk sekolah. karena disana merupakan sekolah yang bisa dibilang elit. mengapa saya bisa bilang elit, sebagian besar murid - murid yang bersekolah disana merupakan anak - anak yang jedua orang tuanya bisa dibilang mapan. walau begitu, saya tidak pernah minder untuk berkawan dengan mereka seada sebumua. saya pun akhirnya dapat menyelesaikan pendidikan sekolah dasar selama 6 thn. setelah lulus SD, saya melanjutkan sekolah saya ke sekolah lanjutan tingkat pertama. sekolah itu bernama SLTP Negeri 40 jakarta yang tepatnya berada di Bendungan Hilir.setelah itu, saya melanjutkan sekolah saya ke sebuah SMA negeri yang ada di Jakarta, sekolah itu bernama SMA Negeri 7 Jakarta yang tepatnya berada di daerah Karet Tengsin. setelah lulus SMA, saya merasa bingung untuk menempuh jalan mana yang harus saya ambil. di satu sisi saya ingin kuliah tapi di sisi lain saya juga ingin bekerja. akhirnya saya mengikuti perintah orang tua saya untuk kuliah. setelah itu, saya memutuskan untuk menempuh jalur SPMB dan alhamdulillah saya lulus. sebenarnya ada dua pilihan dalam SPMB yang pertama saya memilih manajemen dan pendidikan tata niaga. ternyata saya diterima di prodi pendidikan tata niaga. walau begitu, saya merasa bersyukur bisa kuliah di salah satu Universitas Negeri di Jakarta. saya pun bisa membuktikan kepada orang tua saya, bahwa saya benar - benar telah berubah. jika ditanya prestasi, sejak kecil saya tidak pernah mendapatkan ranking. namun, saya pernah memenangkan kejuaraan sepak bola dan saya mendapatkan juara 3.mungkin hanya itu prestasi yang saya raih. harapan saya adalah ingin membahagiakan kedua orang tua saya terlebih dahulu dan saya ingin membuktikan bahwa saya bisa melakukan itu semua. cita - cita saya adalah ingin menjadi warga yang berguna bagi nusa dan bangsa dan saya ingin menjadi anggota legislatif di DPR.

Selasa, 26 Mei 2009

Maslow

Perubahan Maslow: Membangun
Pikiran Alami Manusia
Dennis O'Connor
Le Moyne College
Leodones Yballe
Nazareth College of Rochester

Mengingat lingkup dan kinerja Maslow yang sekarang buku pengobatan adalah keinginan. Oleh karena itu, induktif latihan yang telah dibuat dan diberikan di sini untuk membangun "pikiran alami manusia." Ini usia-tua, fokus filosofis kami bahwa benar untuk terlibat lebih dalam didapat dari alam dan inspirasinya adalah siswa dan pedagogi. Menurut Maslow, aktualisasi diri Mengingat lingkup dan kinerja Maslow yang sekarang buku pengobatan adalah keinginan. Oleh karena itu, induktif latihan yang telah dibuat dan diberikan di sini untuk membangun "pikiran alami manusia." Ini usia-tua, filosofis
fokus kami benar alam telah berhasil cara untuk terlibat dan inspirasi
kedua siswa kami dan kami pedagogi. Dalam semangat Maslow, makna
self-actualization adalah dieksplorasi, dan pemahaman tentang pengelolaan dan motivasi tertanam dalam konteks kepemimpinan yang lebih besar, misalnya, kualitas,
spiritualitas, etika, kesadaran diri, dan pertumbuhan pribadi.


Kata kunci: Maslow; aktualisasi diri; kepemimpinan; pedagogi; hierarki
kebutuhan.

Beberapa tahun yang lal kami menguji kembali kinerja Maslow dengan menghargai penglihatan. Apa yang terbaik dalam karyanya? Apa visi alam manusia? Bagaimana Maslow dapat membantu dalam mengembangkan kepribadian siswa, dan sebagai manajer dan pemimpin di masa depan. Kunjungan asli sumber, ilmiah common sense sering terlupakan (Patzig & Zimmerman, 1985), yang menyebabkan penglihatan dan pengalaman Maslow lebih panjang dan terlupakan dari tulisannya, kita menemukan gambaran manusia yang lebih holistik dan tujuan alami untuk memperdalam manajemen dan kepemimpinan. Kami telah tergembleng dengan kegembiraan dan keterbatasan, yang sebagian tidak akurat, seperti gambar yang kita lihat di buku pelajaran sekarang. Artikel ini menjelaskan kekecewaan kami dan menjelaskan sebuah latihan untuk menyampaikan kalau yang kaya, lebih saling berhubungan, dan inspirasi gambar dari pekerjaan Maslow. Kami menawarkan tips untuk aktivitas wawancarta, untuk menyambung organisasi
dan kepemimpinan, dan membimbing pedagogi kami.

Peristiwa Perawatan

Semua perilaku organisasi buku (OB) bsb motivasi singkat yang berisi bagian mengenai hierarki kebutuhan Maslow. Diagram depicting, bagi mereka yang membutuhkan kemajuan dan kumpulan tips memotivasi yang bermanfat bagi karyawan. Dua awal dalam manajemen klasik menulis menyediakan
meluncurkan solid untuk penggunaan lebar ini. Douglas McGregor (1960) drew
Maslow atas konsep positif dari potensi manusia dan hirarki
dari kebutuhan dalam manajemen klasik, sisi lain manusia. Alasan miliknya, mirip dengan Schein's (2004) metaphor budaya sebagai gunung es, adalah yang mendasar dan sering tidak diujikan kembali.kepercayaan dan dan asumsi tentang alam bersembunyi manusia di bawah permukaan praktek manajemen. McGregor's
Teori Y, kumpulan positif kepercayaan bahwa orang-orang yang memiliki berbagai kebutuhan dan memilih untuk tumbuh dan memberikan kontribusi, merupakan dasar untuk semua inovasi modern dalam kepemimpinan dan manajemen Maslow (1965) juga mengambil minat dalam aplikasi dari psikologi humanistik melebihi satu-satu pada terapi untuk usaha (organisasi dan pendidikan) yang lebih besar di mana sejumlah orang dapat terpengaruh secara positif. Walaupun dari silsilah hirarki dan pengakuan luas yang baik, kami percaya bahwa dalam buku perawatan terdapat tiga cara: (a) Maslow
adalah misreported dan misunderstood, (b) adalah pesan positif oleh pemotogan
referensi ke tidaksesuaian penelitian, dan (c) hirarki kebutuhan yang diambil
dari konteks dan ditawarkan dalam perspektif yang terlalu sempit, sehingga kehilangan asal dan semangatnya.
Pada tahun 1985, dan Zimmerman Patzig mengingatkan tiga menyilau ketidakakuratan standar teks. Awalan OB teks Maslow melaporkan bahwa dalam masyarakat Amerika telah ditemukan 85% dari kebutuhan fisiologis telah terpenuhi, 70% dari keamanan, 50% dari kebutuhan sosial, kebutuhan ego dan aktualisasi diri yang masing – masing puas 40% dan !0%.

Yang sebenarnya petikan dari Maslow (1943) dikutip dalam kritik mereka dinyatakan

Sejauh ini, mungkin diskusi teoritis kita memberi kesan bahwa lima set kebutuhan yang ada dalam langkah - langkah, semua atau tidak ada hubungan ke setiap yang lain. Kami telah ucapkan dalam istilah sebagai berikut: "Jika salah satu kebutuhan puas, yang lain kemudian muncul. "Pernyataan ini dapat memberikan kesan palsu
kebutuhan yang harus puas perlu 100% sebelum berikutnya muncul. Sebenarnya, sebagian besar anggota masyarakat yang biasa adalah sebagian puas di seluruh
kebutuhan dasar mereka dan sebagian mereka puas dalam segala kebutuhan dasar di waktu yang sama. Yang lebih realistis keterangan akan akan hirarki seperti dalam hal penurunan presentase kepuasan naik melebihi hirarki. Misalnya, jika saya dapat menetapkan angka acak untuk kepentingan ilustrasi,
itu seolah-olah warga yang puas rata-rata 85%. (pp. 388-389).
Jelas bahwa angka-angka yang dihasilkan oleh Maslow cukup penting untuk menggambarkan,namun sayangnya,masih menunjukan kesalahan. Beberapa saat lapor teks angka ini, dan satu menambahkan bahwa "tidak setuju dengan banyak kritik ini namun terutama angka 10% untuk aktualisasi diri (Ivancevich & Matteson, 2002, hal 152). It would seem buku yang rentan terhadap "virus" yang menyelisip, menyebarluaskan, mengubah, dan menjadi pengetahuan umum seperti buku penulis membangkitkan satu sama lain dan lintas memeriksa bab.
Petikan juga tercantum untuk mendukung kepedulian kedua kami: pesan posirtif Maslow sedang tidak adil. Dengan presentasi dari buku
Maslow dari hirarki yang biasanya diikuti dengan surat protes yang meskipun
masih banyak manajer merasa tidak berguna, model itu tidak didukung oleh
penelitian. Secara khusus, penelitian telah gagal untuk menemukan bukti bahwa individu dengan kemajuan keras melalui hirarki, yaitu tingkat yang lebih rendah perlu harus
totally puas sebelum tingkat selanjutnya dapat mulai menyediakan kekerasan motivasional. Dinyatakan sebagai satu buku, "Beasiswa yang kebanyakan diberhentikan dari Maslow teori. . . karena banyak terlalu kaku untuk menjelaskan dinamis dan tidak stabil karakteristik kebutuhan karyawan "(McShane & Von Glinow, 2005, hal 140). Banyak buku dari teori Alderfer dikembangkan untuk mengatasi masalah dengan teori Maslow ini, karena menyatakan bahwa lebih dari satu mungkin harus diaktifkan pada saat yang sama,bukti ini untuk pendekatan lebih fleksibel yang dianggap sebagai”pendorong”.
Walaupun penting bagi siswa untuk mewujudkan peran dalam menyediakan penelitian diandalkan pengetahuan, kritik ini dengan kutipan sebelumnya. Alasan yang ditawarkan pada awalnya contoh hipotesis Maslow adalah untuk menggambarkan bahwa titik model adalah penyederhanaan (karena semua adalah teori)
dan yang biasa dalam kehidupan, perilaku sering kali ditentukan, yaitu beberapa
kebutuhan dan tidak dapat beroperasi sekaligus. Untuk kutipan Maslow (1943) lagi,"Paling sebagian anggota masyarakat merasa puas dengan kebutuhan dasar mereka di waktu yang sama. "Kemudian, ia menambahkan," setiap perilaku termotivasi. . .adalah melalui banyak saluran kebutuhan yang mungkin diungkapkan secara bersamaan atau puas. Biasanya, telah bertindak lebih dari satu motivator "(hal. 370).]
Maslow memahami bahwa munculnya kombinasi dari kebutuhan dan kegiatan dalam ritme kebutuhan sehati – hari. Manusia selamat oleh bersama (kebutuhan sosial) untuk memenuhi tantangan makanan dan tempat tinggal. Bahkan, sekarang Anda, pembaca, mungkin ada beberapa kebutuhan beroperasi secara bersamaan karena anda membaca ini (misalnya, keingintahuan, kehausan untuk pengetahuan, dan kelaparan). Ternyata peneliti itu benar: Tidak ada bukti yang kaku kemajuan melalui hirarki atau menyelesaikan dapat menjamin munculnya satu tingkat berikutnya, tetapi ini tidak pernah dari teori Maslow.
Joan Gallos (1996) mencatat, "kepercayaan yang kuat dalam rasionalitas teknis
kami tetap terkunci ke dalam metode pengajaran dan tentunya format yang menyampaikan empiris manajemen berbasis kebenaran "(hal. 295). Meskipun menyampaikan informasi, keterampilan, dan tips dalam mengelola orang lain adalah penting, maka semakin besar pertanyaan nilai-nilai, arti, dan kepemimpinan begs, yang Maslow yang sangat prihatin. akhirnya mengeluarkan hirarki, dan menambahkan tips lain untuk mengatur, melanggar semangat Maslow lebih besar dari pekerjaan.. Sistem hidup memiliki integritas. "Gajah di sebuah penyelaman setengah tidak memproduksi dua gajah kecil" (Senge, 1990, hal 66).
Kurang konteks yang lebih besar, manajemen pendekatan dapat menjadi perubahan pola pikir yang sudah banyak membawa siswa untuk topik motivasi.
Bagaimana cara orang untuk melakukan apa yang Anda inginkan? Dalam wortel dan tongkat Teori X pendekatan, Anda memberikan sesuatu. Dalam konteks hirarki, Anda menyediakan cara bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan mereka. Maksudnya, tentu saja, bagian terbaik, tetapi ada banyak lagi ke dalamnya. Kita perlu melampaui keterbatasan "alat" perspektif pengelolaan lain yang lebih besar konteks kepemimpinan. Kedua Maslow (1965) dan berpengalaman manajemen pendidik telah mengambil deep minat kepemimpinan dalam semua dimensi bervariasi: nilai-nilai dan etika (Lund Dekan & Beggs, 2006), spiritualitas dan makna (Neal, 1997), emosional
(Brown, 2003), sistem pemikiran dan kesinambungan (Bardoel & Haslett, 2006;
Bradbury, 2003), dan kesadaran diri pribadi dan pertumbuhan (Bilimoria, 2000a,
2000b; Weintraub & Hunt, 2004; Schmidt-Wilk, Heaton, & Steingard, 2000).
Pantas kita dapat melakukan koneksi motivasi ini penting ke dimensi kepemimpinan
oleh pemahaman dan pengajaran Maslow yang baik.


Apakah yang sebenarnya dia katakan?

Maslow memainkan peran kunci awal dalam gerakan psikologi humanistik,
kadang-kadang dikenal sebagai "kekuatan ketiga" dalam psikologi. Dia merasa ragu dalam psikologi Amerika didominasi oleh behaviorisme. Dia sangat percaya bahwa
manusia lebih dari bola – bola billiard pada tabel kehidupan. Maslow (1943)
dimulai dengan pernyataan bahwa keutuhan terpadu yang harus organisme
menjadi salah satu batu fondasi dari teori motivasi, yaitu motivasi
(dan semua topik OB) tidak dapat belajar hanya dalam isolasi. Motivasi harus dilihat dalam konteks keseluruhan dan yang lainnya dalam kaitannya dengan
Tombol berfokus. Berdasarkan pengalaman klinis psikologi, dia
kaya model yang dibangun dari kekuatan-kekuatan dan kebutuhan kita yang bergerak untuk bertindak.
Selama beberapa dekade, Maslow menjadi semakin bingung oleh
apa akhirnya dia yang berlabel "mencapai jauh dari sifat manusia" (Maslow,
1971). Dia berusaha untuk membangun sebuah pengertian tentang menghargai manusia di yang terbaik. Kontras dengan keasyikan dari Freudian psychopathology,
ini "psikologi kehidupan yang lebih tinggi" ini hadir dengan pertanyaan "apa yang
manusia harus ke arah berkembang "(Maslow, 1964, hal 7). Dia diwawancarai
orang yang telah diidentifikasi sebagai orang besar dan menemukan bahwa entah mereka menjadi lebih lengkap. Dia mulai menguraikan yang lebih rinci proses dan karakter dari aktualisasi diri.
Dalam tampilan Maslow, aktualisasi diri bukan merupakan poin akhir, tetapi sebuah proses yang melibatkan puluhan sedikit pilihan pertumbuhan yang memerlukan risiko dan membutuhkan keberanian. Dia mencatat bahwa ia sulit untuk mengambil jalan dan seringkali menempatkan kami di peluang dengan dan norma masyarakat sekitar. Dia juga menemukan bahwa aktua;isasi diri orang sangat berkomitmen dalam aksi untuk melihat bahwa nilai-nilai inti sangat mirip dengan yang disampaikan dalam semua tradisi agama besar. Ini "Makhluk-nilai" yang sederhana namun sulit untuk mewujudkan i setiap hari tantangan hidup-misalnya, kebenaran, keadilan, kebaikan, keindahan, ketertiban, kesederhanaan, dan makna atau tujuan.
Dia mengamati bahwa diri actualizers telah mereka unik
alam hayati (bakat, suka, selera, dll) dan memiliki keunikan, seinbang
alam rohani, sebuah kombinasi yang saling-nilai dan tujuan.
Ia melihat nilai-nilai ini sebagai "meta motivators." Sebagai contoh, individu mungkin
akan dipindahkan untuk mencari keadilan di dunia, serta melakukan keadilan untuk mereka sendiri batin suara atau kebenaran. Secara umum, mereka berusaha untuk menempatkan sesuatu dan hak untuk melakukannya dengan cara yang tepat.
Untuk seseorang, self-actualizers telah terlibat secara mendalam dengan segera alam. Mereka juga lebih mungkin untuk melaporkan puncak, pengalaman di luar yang membantu mereka lihat di luar segera mengembangkan dan fokus rohani. Mereka "yang disebut" untuk bertindak, dan mereka merespon.
Kami melihat bahwa ada beberapa dimensi berbeda dan dapat dikenali untuk selfactualization Maslow dalam tulisan-tulisan dari: diri yang unik, dan pengalaman puncak kelebihan, spiritualitas dan makna, dan estetika-unsur kreatif.
Meskipun dimensi ini tidak pernah benar-benar disortir keluar, Maslow telah mulai
untuk menempatkan diri sebagai kelebihan yang tertinggi perlu (Koltko-Rivera, 2006). Dia mulai membantu beberapa apa yang disebut "kekuatan keempat": menjelajahi peran
dari kelebihan dari diri dan spiritualitas dalam psikologi pribadi. Kami setuju
bahwa kita harus menemukan diri kita benar dan unik untuk mengetahui bahwa ini adalah bagian dari sebuah besar masih utuh. Banyak orang yang tergabung dalam penyelidikan ini, dan pada 1969, dia membantu untuk mendirikan Journal of Transpersonal Psychology. Lain ada sejak diambil menantang ini bekerja di lapangan oleh organisasi yang menjelaskan peran penting artinya dan spiritualitas di tempat kerja dan kepemimpinan. Seperti halnya Jung, yang halus dan luasnya makna dari sambungan Maslow dibuat adalah penting untuk meluncurkan pemikir dari semua jenis.
Akhirnya, Maslow (1965) juga salah satu dari sekelompok kecil groundbreakers
yang menghubungkan psikologi positif dari orang-orang yang praktis tantangan
pengelolaan dan produktivitas. Ia melihat dan manajemen pendidikan
Arenas sebagai potensi untuk menjangkau lebih banyak orang daripada satu-satu pada pendekatan pengobatan tradisional. Dia berjuang untuk memahami kemanusiaan pada posisi terbaik dan berusaha untuk membuat psikologi positif dan visi yang positif untuk kedua individu dan pemimpin. Nya luas konsep kepemimpinan dan kolaborasi
adalah tempat untuk meletakkan kami memahami motivasi.
Dalam konteks OB pedagogi, karena kami terus berusaha lebih tinggi dari
mengajar keunggulan dalam pelayanan pengembangan seluruh orang (Bowen,
1980; Boyatzis & McLeod, 2001; International Komisi pada Apostolate
Pendidikan dari Jesuit, 1986), kami yakin bahwa Maslow telah banyak menawarkan
luar alat yang sederhana. Kita perlu mencari apa karyanya dapat memberitahu kami tentang salah satu dari kelaparan dan batin keinginan untuk performa, kreativitas, etika, nilai, dan yang berarti, dan interconnections dari semua proses dalam konteks manajemen dan kepemimpinan. Kami telah membuat latihan yang kami percaya akan membantu kita mengetahui lebih dalam nilai-nilai dan harapan yang kita lihat dalam tulisan-tulisan dari Maslow.

Latihan Induktif Untuk Membangun Pikiran Alami Manusia

Pendahuluan. Pedagogi banyak didominasi oleh pendekatan pengetahuan deduktif
Dalam kepentingan efisiensi, temuan kunci dan model yang disajikan
rapi dalam paket. Bila pendekatan ini adalah pasangan dengan ujian, "Katakan padaku
apa yang penting "menjadi umum menahan diri dari siswa. Sebaliknya,
latihan ini menggunakan induktif, discovery metode yang parallels Maslow's
asli pendekatan, dan dasar yang menjadi pertanyaan motivasi siswa '
pengalaman sendiri. Walaupun beberapa siswa yang lebih kompak dari presentasi
model, yang intrinsik kepentingan tertentu pertanyaan paling lambat akan
lain: Apakah sifat manusia? Apakah Anda bergerak untuk bertindak? Yang kamu perlukan sebenarnya? Apa yang kamu inginkan? Kenapa kamu menginginkan? Apa saja yang hilang bagi Anda? Apa yang sudah Anda?
Cat dasar yang pompa. Topik adalah motivasi, dan tombol pertanyaan apa
kami bergerak untuk bertindak. Out loud Kami heran mengapa orang-orang yang benar-benar di sini, kanan sekarang, di kamar ini. Apa motif adalah kekuatan yang membawa Anda disini? Kami meminta mereka untuk menilai 1-10 tingkat energi mereka, kepuasan, dan produktivitas selama seminggu. Kami juga meminta mereka untuk mengambil dua momen dari kinerja terbaik dan dua pengalaman nyata kepuasan dalam beberapa minggu terakhir. Singkat ini menghargai latihan (Yballe & O'Connor, 2000) membantu memberikan mendalam untuk sesi dan berat untuk fokus ke arah yang terbaik dari apa yang kami dapat, sesuai dengan semangat Maslow. Setelah kami berbagi definisi singkat sebagai kebutuhan kita mengalami ketegangan yang menyokong kita untuk bertindak, kami sarankan mungkin akan sangat berguna agar selesai, semuanya anda mau ke tahu "jalan peta "kebutuhan manusia dan motivasi. Kami lebih menyerahkan yang besar ini
gambar tidak hanya akan menjadi besar untuk pegang kompleks dinamika di tempat kerja, tetapi juga bantuan yang besar untuk memahami pengalaman kami sendiri dan kami semua sehari-hari antar kelompok dan situasi.

Brainstorming-kelompok kecil. Setelah menawarkan beberapa contoh dari kebutuhan, kami memulai pekerjaan membangun sebuah "peta jalan sifat manusia." Kami punya
menemukan bahwa reframing motivasi ini lebih besar dan lebih bermakna konteks
cenderung hook baik siswa dan instruktur dari imajinasi dan oleh karena itu
menghasilkan lebih banyak semangat dan kreativitas. Kami meminta kami yang akan dibentuk classproject tim untuk mencoba brainstorming tertulis daftar kebutuhan. "Kami ingin setiap dan semua yang telah pernah dialami, dilihat, atau mendengar tentang! "

Brainstorming menyenangkan adalah kerja, dan daftar kebutuhan adalah mudah untuk sukses kelompok dalam tahap awal pembangunan. Ia juga lebih menarik bagi mereka
untuk berhubungan dengan pengalaman hidup mereka sendiri dibandingkan mendengarkan keterangan dari daftar lima kebutuhan manusia, yang à la Maslow grafik. Tepat di dalam kamar, terdapat ratusan tahun manusia untuk menimba pengalaman di atas gedung yang kaya, experientially berdasar peta! Bahkan, kami telah menemukan bahwa siswa biasanya mampu menghasilkan 90% dari hampir semua topik yang telah mereka untuk brainstorming, misalnya, keterampilan manajemen, kualitas yang ideal, efektif grup, sumber perbedaan persepsi, sumber stres, dan sebagainya. Sebagai
mereka bekerja, kami pergi berkeliling untuk berinteraksi dengan kelompok, memberikan dorongan atau dua, dan mengingatkan mereka bahwa brainstorming yang memproduksi atau benar-benar tidak lucu dumb tidak baik brainstorming! "Put down segalanya, dan apa-apa. Censor nanti. "(Variasi lain yang memakan waktu sedikit lebih lama adalah dengan bertanya kecil kelompok untuk membuat collages foto lama dari majalah yang menyatakan berkendara yang memaksa mereka merasa bahwa dirinya atau "menangkap mata mereka" sebagai sesuatu penting tentang sifat manusia dan motivasi.)

Pelaporan dan wawancara. Setelah waktu yang singkat, kami judul papan "PIKIRAN ALAMI MANUSIA "dan meminta kelompok-kelompok kecil untuk melaporkan out. Seperti yang kita mulai "hanya record" tiga atau empat item per kelompok, kami unobtrusively mengatur data yang lebih tinggi dan rendah pada papan tanpa memberitahu pada bahwa kami dari hirarki Maslow berikut. Biasanya ada yg melinglungkan array dari kebutuhan. Banyak item, seperti pendidikan atau mobil baru, bisa di beberapa tempat, sehingga kami meminta penjelasan mengapa yang dibutuhkan. Beberapa item kami diletakkan di sebelah kiri dari papan untuk menangani nanti (uang, jenis kelamin) dan lain-lain dalam "Tidak yakin" wilayah di sebelah kanan. Setelah mereka menguras daftar mereka, kami meminta jika ada lainnya ide datang ke pikiran. Akhirnya, kami menyimpulkan, "Jadi, ini is, total berbagai kebutuhan manusia? Segala sesuatu yang Anda selalu ingin tahu? . . . Adalah ada hal lain, di waktu atau tempat yang ada mungkin diperlukan? "
Dalam proses ini dan membuat laporan ide, anggota kelompok belajar
untuk menghargai dan kepercayaan mereka sendiri dan orang lain, sedangkan sumber daya kita bebas berfungsi sebagai sumber daya dalam membantu untuk mengatur dan label output, dan kemudian menghubungkan dan mengintegrasikan ke kursus topik dan tema. Mereka merasa kompeten, dan kita pintar.
Dengan begitu banyak bahan untuk bekerja melalui, pilihan dan ketertiban benar-benar sebuah Tentu saja hal tujuan, preferensi pribadi, dan jalu-of-the-saat wawasan. Kita mulai di marveling oleh kekayaan ekspresi, yang mencatat puluhan
item yang terdiri kami jalan peta. Kami kemudian mengambil beberapa baris untuk memisahkan item yang sesuai dengan tingkat Maslow model dan menanyakan apakah ada bahwa nya tanggapan telah dipetakan ke dalam hirarki Maslow's.
Kami sebentar menjelaskan biologis dan emosional yang membuat pasukan
rendah melebihi kebutuhan. Jika anda kehabisan udara, semua kekhawatiran akan
cepat lupa! Karena kami menemukan cara untuk menangani kebutuhan fisiologis, mereka kehilangan intensitas, dan dapat mengubah perhatian ke masalah lainnya, seperti
keselamatan dan keamanan kebutuhan. Kita semua perlu beberapa pesanan dan stabilitas dalam kehidupan kita: Akan saya makan besok? Saya aman dari bahaya fisik? Saya akan OK? Seperti kebutuhan juga bisa menjadi sangat intens dan mengusir kekhawatiran lainnya untuk saat ini. Ketiga dengan tingkat kebutuhan sosial, kami tunjukkan bahwa kita, dalam kami deepest akar, makhluk sosial. Itu adalah suku yang bertahan. Semua orang di ruangan dan selalu telah complexly saling berhubungan dengan orang lain. Kami fisik adalah yang pertama, tetapi karena bayi, kami segera mulai bonding, dan kami sosial alam menjadi cukup jelas. Kami ikatan dengan orang lain di seluruh dunia dan kita perlu teman, keluarga, penyertaan, penerimaan, dan kasih tak bersyarat.
Keempat tingkat berfokus pada kebutuhan diri. Sifat dasar kita adalah
juga individu. Dengan bahasa, kita mulai membentuk identitas pribadi, yang
selalu berakar dalam matriks sosial tertentu waktu dan tempat. Kita
terpisah dari yang lain dan eksistensi sendiri. Karena kami merasa aman dan yakin
keanggotaan dalam kelompok kami, kami dapat mengubah perhatian ke berdiri keluar dari grup. Kami perlu dimasukkan, namun kami juga berusaha untuk berdiri selain dan pengaruh lain. Bagus diri adalah "nyenyak berdasarkan kemampuan nyata, prestasi,
dan menghormati orang lain. . . . Memuaskan kebutuhan harga diri mengarah ke perasaan dari keyakinan diri, nilai, kekuatan, kemampuan, dan kecukupan yang berguna
dan perlu di dunia "(Maslow, 1943, hal 382).
Daftar menghargai kebutuhan sebagai "lebih tinggi" telah menyebabkan sejumlah penyilangan budaaya perdebatan. Perkataan tinggi cenderung mengandung lebih baik, tetapi kami belum ditemukan bukti bahwa ada seseorang dihakimi Maslow motivasi besar oleh diri kebutuhan (disukai oleh budaya individualistis) sebagai lebih baik daripada seseorang pada tingkat kebutuhan sosial (budaya yang disukai oleh favor kolektivisme). Dia hanya melihat "kebutuhan sosial" lebih sebagai dasar, atau pra-kuat. Hidup adalah konstan dari pembukaan diri. Aspek tertentu dari alam kami tampil pertama, dan lain-lain yang kemudian dibawa untuk bermain. Selain itu, setiap bentuk budaya baik sosial dan individu alam bersama. Relatif berbeda dengan keadaan dan sejarah, masing-masing mengembangkan konfigurasi unik dari perilaku dan nilai-nilai yang membentuk ekspresi kebutuhan yang berbeda dan menempatkan penekanan dan aksen pada masing-masing kebutuhan. Hofstede (1977) menemukan bahwa masyarakat Amerika overemphasizes individualisme. Ini adalah yang lebih baik, suci, lebih tinggi, lebih efektif motivasi kolektif dari penekanan? Maslow menyimpulkan bahwa akan berfungsi terutama di salah satu sosial atau diri adalah tingkat berbahaya lengkap dan sehat. Untuk diperpanjang psychodynamic perawatan tingkat kebutuhan masing-masing sebagai mengorganisir, tetapi tidak lengkap psikologi kerja, lihat Schwartz (1983).
Pada tahap ini, kami tunda dan kami kembali awal musibah mengapa orang
berada di sini. Kami mencoba untuk menempatkan alasan dalam hirarki dan berspekulasi mengenai kekuasaan untuk membawa berbagai motivasi yang sangat baik tentang kinerja di sekolah dan bekerja. Kami menunjukkan bahwa itu dapat digunakan untuk model ini mencerminkan dan menganalisa satu kinerja dan menunjukkan bahwa lebih banyak data akan meneliti apa yang dikumpulkan oleh kebutuhan lainnya telah datang ke dalam bermain selama minggu. Apa perlu-memuaskan perilaku telah di layanan dari tujuan Anda? Apa yang telah mengganggu? Bagaimana mungkin sebuah buku harian atau jurnal akan membantu dalam membangun kesadaran lebih dalam? Kami memberikan kelompok-kelompok kecil beberapa menit untuk berbagi beberapa contoh yang baik dan performa terbaik untuk membuat mereka di duga yang motivasi. Kami tunjukkan bahwa terdapat cerita atau pola yang kebanyakan kinerja yang terbaik. Anda perlu menjelaskan dan mengembangkan jalan cerita ini kontras dengan yang terkait dengan cukupan kinerja (Adams, 1986).
Dua item, uang dan seks, biasanya sangat menarik dan pusat
memahami motivasi. Kita kadang-kadang bermain devil's advokasi kepada mereka
yang memperdebatkan adalah uang yang paling kuat dan efektif motivator. Cara efektif
adalah uang untuk anda? Apakah janji sebesar $ 100 di akhir semester
membantu Anda belajar hari ini dan besok? Bagaimana mungkin? Data tentang kebahagiaan yang kami kirim keluarga yang membuat $ 100,000 tidak bahagia daripada orang-orang yang membuat $ 50,000. bisa terjadi?
"Sex" mungkin paling, ketika kelas gagal apa-apa. Kami
mengumumkan, "Kami telah menarik berita, peta jalan kita tidak lengkap, dan Anda
ada sesuatu yang sangat baik untuk melihat ke depan! "Ini bisa menjadi manis
diskusi tentang apa yang kami "sebenarnya" alam. Bisa semua motivasi diperkecilkan
ke drive biologis dari seks dan agresi, à la Freud? Atau apakah kita telah
spiritual alam (sebagai intangible sebagai cinta atau ego) yang sama seperti yang nyata dalam dan efek yang "menarik" kita untuk bertindak (à la Jung, Maslow, dan semua agama-agama besar)? Apa hubungan antara kedua realitas, biologi dan rohani?
Apakah mereka selalu bertentangan dan konflik? Kami dapat merayakan baik
bersama-sama?

MASLOW, DIRI SENDIRI, DAN LAIN-LAIN: MENGAJAR DALAM AKTULISASI DIRI

Actualizing dan diri sendiri. Maslow memberikan beberapa gagasan tentang bagaimana kita dapat fokus pada pertumbuhan internal.
1. Melihat hidup sebagai rangkaian pilihan. "Membuat pertumbuhan pilihan, daripada takut pilihan belasan kali sehari adalah untuk memindahkan belasan kali sehari untuk diri actualization " (Maslow, 1971, hal 44). Hidup adalah berharga. Menjadi penasaran dan tertarik dengan pilihan dan hasil. Percobaan, mencerminkan, memperbaiki.
2. Jadi diri sendiri dengan jujur, bertanggung jawab, menjadi adil, dan benar sekali
suara batin yang kuat strategi. "Apa yang baik untuk selera Anda, apa yang Anda percaya yang benar? "sederhana ini perilaku lambat satu akar yang kuat dalam yayasan salah satu dari alam yang unik. Mereka akhirnya memberi keberanian untuk berbeda, untuk membela diri dan untuk satu dari convictions, dan untuk mempertahankan misi yang sulit dalam menghadapi tekanan dari luar untuk kesesuaian dan pribadi kebutuhan untuk keselamatan, penerimaan, dan status.
3. Ada "sesuatu ke kagumi, untuk korban" untuk diri, "untuk menyerah pada, untuk mati untuk "(Maslow, 1964, hal 42). Anda berada di tanah yang solid dalam diri actualizing perjalanan bila mencari sesuatu yang lebih besar dari yang terbatas, individual diri. Perjalanan berlangsung lebih mendalam ketika anda menempatkan diri sendiri dalam pelayanan yang lebih besar dari diri sendiri-seperti negara, agama, atau martabat manusia.
4. Jadi terbuka untuk kekal, yang ilahi, yang mulia, suci, dan puitis.
Anda kembali tradisi agama dengan mata baru, mencoba meditasi (Alexander,
Rainforth, & Gelderloos, 1991); puncak pengalaman pemberitahuan Anda. Artis dari Rute ini untuk membuka diri dan membolehkan lebih besar "memaksa" untuk menyatakan dirinya, sehingga transcending yang sempit batasan kecil sadar pikiran mengarahkan semua kegiatan sangat kreatif dan memperluas kekuasaan. Maslow melihat aspek teramat puncak dari pengalaman sebagai elemen penting dalam belajar untuk menghargai abadi dan suci. Mengembangkan dan menjelaskan kami sisi rohani dan mengidentifikasi
dengan tujuan yang lebih meluas dan memperkuat diri dalam bergolak
dunia (Schmidt-Wilk dkk., 2000). Kita bisa berpikir tentang kegiatan-kegiatan sebagai disiplin untuk membangun "rohani intelijen." Jadi yang menjadi rohani pada perjalanan manusia.

Cukup actualizing dan lain-lain. Maslow juga mempunyai nasihat bagi diri actualizing
ketika sedang dengan orang lain.
1. Sejujurnya dengan yang lain, tidak akan takut terhadap kebenaran. Sebenarnya sering membutuhkan keberanian, meningkatkan integritas, dan kredibilitas buttresses. Yang jujur orang berada dalam posisi yang lebih efektif untuk melayani orang lain untuk pelatih dan mentor, seperti saudara memberikan koreksi, untuk memberikan masukan yang lain dapat mendengar dan digunakan, atau untuk memberikan hiburan dan kenyamanan kepada mereka yang bingung atau menderita. "Semua profoundly serius, akhirnya-baik dari orang yang bersangkutan akan dapat melakukan perjalanan bersama untuk jarak yang sangat panjang "(Maslow, 1964, hal 54).
2. Menganut nilai-nilai Anda sebelum orang lain. "Mencoba untuk menjadi nilai-bebas, yang akan mencoba murni teknologi (berarti tanpa berakhir). . . semua ini adalah nilai confusions, falsafah dan axiological kegagalan. . . . Dan pasti, mereka berkembang biak semua nilai pathologies "(Maslow, 1964, hal 51).
3. Membantu orang lain untuk menjadi diri actualizers dan mengembangkan kemampuan untuk puncak pengalaman. Yang terbaik adalah mengasumsikan bahwa "non-peakers" benar-benar "lemah" peakers daripada orang-orang yang tidak memiliki kapasitas semuanya (Maslow, 1964, hal 86).
Yang lain mulai melihat dirinya sebagai puncak telah memiliki pengalaman, maka mungkin bagi mereka untuk memahami dan mengenali dengan besar "peakers.

Mencari dan menjadi satu dari diri penting adalah bekerja, namun ide telah
tepat dan ada di mana-mana misinterpreted oleh staf pemasaran (misalnya, "It's all about saya! "). Kami tajam dicatat bahwa Maslow menemukan bahwa diri actualizers tidak self-tengah, tetapi cukup sebaliknya. Untuk seseorang, self-actualizers
memiliki prubahan pola pikir yang bekerja bertentangan dengan komparatif (apa – apa saya bisa) pendekatan. Individu ini diperpanjang sendiri dan berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan mereka dan kelompok masyarakat. Mereka melihat dan batin pulasan. Pilihan mereka dalam apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya yang dipandu oleh mereka pemahaman tentang bakat unik mereka sendiri, preferensi, nilai, dan makna. Pengalaman mereka sendiri diperpanjang termasuk ke dunia yang lebih luas.
Untuk lebih memperdalam pemahaman tentang nilai-nilai dimensi selfactualization, Kami meminta kelompok untuk mengambil beberapa menit ke daftar beberapa nilai-nilai inti mereka mendukung atau diidentifikasi sebagai agama penting dalam pelatihan. Kelas cukup kagum ketika kita membandingkan daftar mereka yang ke-nilai yang penting dalam kehidupan mereka yang diidentifikasi sebagai diri actualizing: kejujuran, kebenaran, keindahan, keadilan, kebaikan, keutuhan, kesederhanaan, yang berarti, dan sebagainya (Maslow, 1965, chap. 23). Kami bertanya, "Apakah kita tidak perlu ini? Mengapa tidak mereka pada peta?(Mereka jarang adalah, omong - omong.) Dapatkah anda bayangkan dunia (atau suatu organisasi) tanpa kualitas, di mana semuanya adalah abu-abu, dan jelek? "
Maslow (1971) berpendapat bahwa rohani yang sakit, yang anomie, hasil saat ini
intangible-nilai yang tidak hadir dalam satu kehidupan atau dalam satu komunitas. Kami
alam rohani memiliki set persyaratan unik. Hal ini sebagai dasar dan nyata kita sebagai biologis alam. Berapa banyak energi yang kita berinvestasi dalam menciptakan keindahan, kebenaran, kebaikan, martabat, yang berarti, dan keadilan pada hari-hari dasar? Mengapa tidak Bayangkan hidup kita dengan beberapa kualitas di tempat?
Kami percaya bahwa ada konsekuensi positif jeram di selfactualization
proses yang antidotes ke kuat dari kekuatan-kekuatan budaya pop birokrasi dan kehidupan yang menyimpan banyak dari kita yang beroperasi di sebuah kekurangan siaga. Kaum muda, pada saat tertentu, menemukan dirinya dalam laut yang luas foto dan cerita dari defisit, kelemahan, pemisahan, dan kerentanan, nampaknya terbaik melalui kerakusan, konsumsi, dan murah thrills (Vaill, 1989). Sedemikian "pengejaran kebahagiaan," sebagian besar sadar perhatian dan tindakan menjadi terfokus keamanan, sosial, dan ego dan kebutuhan fundamental.
Tentu saja, actualizers sendiri juga memiliki kebutuhan. Mereka makan dan akan
lapar lagi besok. Mereka perlu keamanan dan kasih dan menghargai semua orang seperti lain. Itulah sebabnya kami kolektif manusia alam. Perbedaannya adalah bahwa dari kejaran kebutuhan dasar mereka yang terorganisir, aligned, ditinggikan, dan sublimated oleh arti dan tujuan, yang berakar dalam benarperkataannya rasa satu dari nilai-nilai, inclinations, dan bakat, serta pengalaman dan koneksi ke "diri yang lebih besar." Seperti perspektif membantu kecepatan sedang dan lebih rendah dari kegelisahan deprivations pesanan. Self-actualizer lebih diarahkan batin, menunda kepuasan sampai saat yang tepat. Melalui percobaan dan refleksi, memuaskan menjadi kebutuhan dasar yang terpadu, secara sadar dikelola dari seluruh aspek hidup dan tidak wajib atau putus asa, atau mendominasi dari semua kekhawatiran lainnya. terjadi pergeseran paradigma: Anda menjadi orang yang memiliki kebutuhan, bukan orang miskin.
Individu, seperti budaya, harus memecahkan tantangan dari adaptasi ekstrnal
dan integrasi internal. Hanya individu dilengkapi untuk memenuhi nya atau
tantangan dia di jalan yang optimum. Kami menggunakan konsep pembangunan berkelanjutan (Bradbury, 2003) untuk menunjukkan bahwa proses self-actualization adalah inti dari pembangunan kebahagiaan: untuk menemukan satu keunikan diri sebagai yayasan untuk menjadi pengurus sendiri pertumbuhan, untuk berjuang dengan maksud keberadaan, dan untuk reintegrate satu dari berbagai bakat, alam, dan nilai-nilai. Ini, kami percaya, juga jalan kepemimpinan.

Maslow memperluas organisasi – organisasi dan kepemimpinan


Maslow berbicara langsung kepada kelompok yang penting dalam topik aktualisasi diri sedang menulis kepemimpinan dan pedagogi: tahu diri, penguasaan pribadi, dan emosional (Bennis, 1989; Boyatzis, 1994; Drucker, 1999;
Dupree, 1990; Goleman, 1997; Senge, 1990); nilai, arti, spiritualitas,
dan etika (Bolman & Deal, 2001; Daniels, Franz, & Wong, 2000; Kode Etik
Pendidikan Task Force, 2004; Ferris, 2002; Tischler, 2000; Vaill, 1989);
kualitas dan kinerja puncak (Deming, 2000; Walton, 1988). Mirip dengan
cara bahwa proses pembentukan kembali aktualisasi diri dan petunjuk yang
Rapat rendah pesanan kebutuhan, yang lebih luas konteks kepemimpinan membantu kami lebih baik memahami motivasi dan menggunakan alat-alat manajemen. "Guru yang bagus. . . mampu merangkaikan web yang rumit dari hubungan di antara mereka, yang
subjek, dan mahasiswa "(Palmer, 1998, hal 11). There are endless cara
untuk melakukan koneksi ini. Kami menawarkan beberapa contoh dan pikiran, tetapi
akhirnya sampai ke masing-masing pribadi profesor untuk menemukan cara-cara yang bermakna untuk menerangi sambungan orang-orang kaya untuk kepemimpinan.
Kami biasanya mulai akhir diskusi oleh retorika meminta apa pikiran alami manusia berarti untuk kepemimpinan. Kami mulai diskusi dengan kebutuhan
yang kami simpan untuk akhir: MUTU. Kualitas, tombol fokus yang terbesar
kecenderungan lamanya manajemen, belum tiba di grup brainstorming! Hal ini
khususnya ironis MBA dengan mahasiswa, karena banyak yang telah terkena
total kual;itas manajemen program. Apakah kita harus memiliki kualitas? Melakukan
lain? Apa dasar kami perlu untuk kualitas? Seberapa dekat ke permukaan adalah
itu? Bagaimana menjadi pemimpin kunci kepedulian untuk semua? Untuk membangun "kualitas" dalam hidup Anda, langkah-langkah apa yang akan Anda perlu mempertimbangkan secara khusus? Apakah sistem manajemen, apa budaya, apa yang akan menghasilkan pemimpin yang berkualitas?
Jepang transcended organisasi palsu pembelahan dua peningkatan biaya
versus kualitas, dengan melihat istilah yang lebih panjang. Mereka menemukan bahwa sebuah intens fokus pada kualitas akhirnya menyebabkan inovasi dalam proses kerja. Biaya menurun dan kualitas meningkat. Mereka menunjukkan bahwa kualitas produk yang tersambung, terpadu budaya kerja yang terus berusaha untuk meningkatkan, dan bukannya dari serangkaian perbaikan cepat. Dalam cara yang sama, ketika mencoba untuk mendamaikan yang kebutuhan individu dan kebutuhan organisasi, Maslow (1965)
berpendapat bahwa tujuan akhir dari organisasi, individu, dan masyarakat tidak di peluang tetapi sebenarnya serupa dalam jangka panjang. Pemimpin yang terbaik lihat koneksi luar, melampaui dilema yang tulus, dan berusaha untuk menciptakan yang berpihak dan sinergi antara kebutuhan dan tujuan dari ketiganya. Hal ini tentu saja tidak mudah. Memerlukan, antara lain, yang mendalam mengenai pikiran dan mencapai jauh dari sifat manusia.
Maslow (1965) percaya bahwa kepemimpinan kuat harus di layanan
yang sedang dan nilai: meletakkan sesuatu tepat, tujuan, sehingga hal-hal
benar, lebih indah, dan seterusnya. Pemimpin yang baik dan menyediakan keperluan
tujuan yang bernilai sekitar merawat dan kerajinan bekerja untuk sebuah yayasan rohani
makna (Bolman & Deal, 2001). Dia bisa menghargai dan bekerja
dengan orang lain agama dan praktek-praktek spiritual (Pielstick, 2005).
Dengan meningkatnya harapan untuk melakukan etika dan pendidikan,Maslow
memungkinkan kita tidak memerlukan-pertanyaan untuk meningkatkan nilai. Lund Dekan dan Beggs (2006) menemukan bahwa sebagian besar usaha fakultas percaya "etika adalah nilai dan membangun internal, tetapi dengan mengajar kepatuhan \dan eksternal metode " (hal. 40). Visi positif dari MAslow tentang peran nilai kepemimpinan memberikan konteks internal ini menempatkan kepatuhan kritis dan analisis pendekatan. Visi positif ini membantu para pelajar dan praktisi pantai atas tujuan etika yang terlalu sering terganggu bersaing dengan erosi dalam jangka pendek (Bardoel & Haslett, 2006), terutama ketika melihat siswa
standar ganda perusahaan (Rynes, Quinn Trank, Lawson, & Ilies, 2003).
Kita harus menantang asumsi yang baik etika biaya perusahaan
uang (Jackson, 2006). Serupa untuk jangka panjang fokus pada kualitas, suatu fokus adalah strategi kepemimpinan yang efektif. Memberikan dengan pemimpin kemampuan untuk lebih mudah mengidentifikasi masalah dengan lebih luas. Ia adalah lebih baik mampu menemukan peluang dengan orang lain untuk membangun saling tergantung dan menghasilkan dialog kreatif, daripada tetap berjuang selama Singkatnya, dan istirahat di hutan, dan mendapatkan kerugian.
Pengaruh, kuasa, ide-ide kreatif, dan kuantitas cinta yang tidak tetap. Tidak seperti sumber daya nyata yang begitu banyak logika bisnis dan prosedur yang
berbasis, kita dapat menghasilkan lebih penting tersebut tetapi melalui kualitas interaksi dan kepemimpinan kami. Kita dapat meniadakan pengaruh dari satu sama lain sehingga tidak ada, atau kita dapat memperpanjang bersama pengaruh yang kuat pada acara. Jika saya berbagi ide dengan grup, saya masih punya ide saya, dan bersama-sama kita dapat membangun lebih banyak lagi. Semacam sinergi yang lebih holistik dan berbasis yang saling tergantung. Di samping itu, yang egois pembelahan dua tak mementingkan diri sendiri. Ini " sebenarnya sebuah persepsi yang lebih tinggi kebenarannya "(Maslow, 1965, hal 97) dan yang terbaik untuk pembangunan tenaga kinerja tinggi.
Jelas bahwa kepemimpinan, bahkan pada skala kecil siswa kelompok proyek,
adalah menantang berusaha. Mahasiswa harus pergi ke luar pengelolaan lain
juga mengatur diri dalam proses kepemimpinan (O'Connor & Yballe,
2007). Harus datang sebagai kejutan yang tidak berkelanjutan memerlukan kepemimpinan refleksi, mandiri konfrontasi, dan belajar. Aktualisasi diri adalah penting untuk memperkuat dan memperdalam internal jangkar diperlukan untuk bertahan dalam menghadapi kekacauan dan ketidakpastian yang belum pernah terjadi. Kami mencari sambungan dari aktualisasi diri ini dan kepemimpinan untuk menyelesaikan latihan, tetapi juga seluruh kursus.
Satu surat protes terakhir: Manajemen profesor yang terus berhadapan dengan
keputusan yang sulit luasnya mendalam. Kami yakin bahwa keutuhan dari
pikiran dan kaya sambungan dari Maslow untuk memberikan kepemimpinan
diingat dan cukup kerangka ke alamat teori lainnya dan model
dari pembaca menemukan motivasi penting. Kegiatan yang memungkinkan profesor yang bertenun ke dalam tampilan lain pada titik atau menyediakan persiapan untuk sesi berikut.

Kesimpulan: Apa yang akan kami daptkan dari yang Maslow lakukan?
latihan jelas membawa cahaya ke berbagai dimensi
sifat: fisik, sosial, individu, dan rohani kami. Pada setiap saat, dan
di seumur hidup, kita diarahkan dan banyak diambil berbeda dan saling
membutuhkan. Tiap-tiap dimensi yang nyata, sangat penting, dan membutuhkan
perhatian untuk kesehatan dan keutuhan. Maslow menawarkan skema kaya untuk memahami diri kita sendiri, orang lain, dan situasi kepemimpinan (lihat Tabel 1).








TABEL 1
Manfaat dan Tantangan dalam Road Map of Human Nature
Orang Manfaat Tantangan
Siswa - siswa Kaya, multidimensi model
sifat manusia
Mengambil aktualisasi diri serius.
Dapatkan di jalur kepemimpinan.
Eksposur positif kepada visi
pertumbuhan pribadi dan kepemimpinan Memeriksa dan memperluas sendiri
kinerja dan motivasi.
Koneksi ke berfokus berbagai
kepemimpinan: nilai,
spiritualitas, etika, emosi
intelijen, kesinambungan Komit tetapi sulit untuk memuaskan
mencari pekerjaan sendiri, mencari
panggil, dan menemukan tujuan.
Bingkai untuk memahami pengalaman dan hubungan di tempat kerja sekarang

Tips untuk melakukan aktualisasi diri Pengalaman dengan teori induktif
bangunan
Pengalaman dengan menghargai
Inquiry (membawa keluar dan membangun
yang terbaik)
Professor Semua di atas
Semua di atas

Menyerahkan perawatan masing-masing
mahasiswa dan pertumbuhan pribadi
depan dan pusat. Menciptakan nilai dan konteks
kepemimpinan, dan membuat orang kaya
koneksi luar antara topik,
terutama bila tidak didirikan
dalam mendukung teks.
Praktek dengan facilitative peran sebagai
sumber daya dalam dan induktif
menghargai proses.
Buat tugas dan kegiatan
yang berfokus pada integrasi
teori, mandiri, dan tindakan.
Tugas kita memperkaya dan mendukung
lebih, yang berarti lebih memuaskan
untuk pekerjaan kami.
Mendidik untuk pertumbuhan pribadi.
Kembali tujuan saja, desain
sesi
Menjelaskan peran guru dalam konteks
salah satu tujuan sendiri dan pertumbuhan.

Maslow (1965) menyadari bahwa kita perlu teori kepemimpinan dan motivasi
memadai untuk tugas-tugas organisasi yang modern. Ia telah berpikir
memberikan fondasi teori kepemimpinan modern yang kuat, tetapi juga untuk umum lintas fertilizations dari filosofi, sistem pemikiran, dan psikologi humanistik, misalnya, Transpersonal dan Psikologi Integral (Wilber, 1996). Maslow (1971) railed terhadap "dan pengaruh dari ubiquity secara bodoh terbatas teori motivasi dari seluruh dunia "(hal. 310), untuk contoh, menimbulkan efek-behaviorisme, Freudian reduksionisme ke kehidupan manusia hanya drive biologi, kosong-sosiologis model papan tulis, dan materialistis, rasional-model ekonomi yang mendasari banyak usaha pendidikan.
"Kami harus mengatakan dgn kasar dari 'sains' perekonomian yang umumnya terampil, aplikasi teknologi yang total dari teori kebutuhan manusia dan nilai-nilai, sebuah teori yang hanya mengakui keberadaan rendah atau bahan kebutuhan "(hal. 310).
Sekarang kita tahu bahwa buku karyawan adalah aset berharga
dalam lingkungan yang kompetitif secara global, namun hal ini tidak cukup. Mereka tidak karyawan atau aset, mereka adalah orang-orang (Drucker, 2002). Orang-orang "masalah" dalam organisasi adalah tidak berstruktur dan penuh dengan ketidakpastian. Semakin terstruktur dan nyata pertimbangan teknis usaha, karena mereka
yang lebih konkrit dan mudah diakses, sepertinya akan lebih menarik dan
yang paling menarik dan sumber daya energi. Teknis sistem, dalam arti,
mahakuasa. Terlalu sering "aset berharga" atau sistem sosial merupakan akhir
dimana "program" diterapkan.
subtler kesulitan dengan berfaedah, aset berharga adalah pendekatan ilustrasi
oleh nasib para pensiunan yang kuda pacu. Masalah yang lengket "apa yang telah
Anda akhir-akhir ini lakukan untukku "timbul. Apa yang terjadi ketika saya menjadi kurang "berharga" dan yang mengatakan bila saya tidak lagi bernilai? Sosial dari lembaga
komitmen yang akhirnya melemah.
Pola pikir dan metode sesuai dengan akuntansi dan pengelolaan
aset dan nomor jatuh pendek, ketika kita perlu orang dan tim
beroperasi pada kreatif trbaik mereka di tingkat dunia. Ini tidak cukup
hanya menyediakan alat untuk mengelola aset lain. Walaupun penting untuk
memahami tempat kami di dunia yang bergolak dan keterampilan yang diperlukan untuk berkembang (O'Connor, 2001), Maslow juga telah kita (sebagai pemimpin pedagogis) menetapkan siswa pada jalur kepemimpinan, misalnya, meningkatkan kesadaran diri dan kemampuan untuk self-discovery (Snow Tiger & Hopkins, 2002), deepening satu dari pengetahuan dan rasa ingin tahu tentang alam manusia, dan mencari dan menghubungkan ke tujuan yang lebih luas dan tujuan hidup dan bekerja (Bolman & Deal, 2001). Untuk semua topik di OB, Maslow mengharuskan kami untuk membuat eksplisit latar belakang nilai dan kepemimpinan. Jalan menjadi pemimpin berkembang, kekal konteks untuk mengumpulkan dan menggunakan alat-alat manajemen, dan dasar untuk bergabung dengan yang lain dalam kegiatan kolaboratif di tingkat tingkat kinerja dan kreativitas.
Sebagai profesor, kami telah berperan sebagai pelatih (Snow Tiger & Hopkins, 2002) di siswa kami 'dan sedang menjadi: perpanjangan tangan di bagian siku, memberikan yang tak kelihatan sentuhan, menciptakan iklim kebebasan dan martabat, meminta deep pertanyaan, menantang nilai-nilai, dan panggilan untuk refleksi. Dan kami pedagogi harus menghargai (Yballe & O'Connor, 2004), kami membantu siswa untuk berhati-hati mereka dan puncak pengalaman terbaik saat. "Ada satu jenis I-kamu yang intimates komunikasi, dari teman-teman. . . yang kemudian memungkinkan orang lain untuk melihat dan menghargai seniman besar dan pemimpin besar "(Maslow, 1964, hal 87). Tugas kita adalah untuk membantu siswa menjadi sadar bahwa mereka dapat memiliki pengalaman dari diri sendiri dan membangun actualizing pada pengalaman sebagai dasar untuk memuaskan hidup dan kepemimpinan. Kami ingin siswa untuk lebih baik menggunakan pengetahuan dan alat-alat mereka memperoleh, dan jadi kita juga harus memberikan yang positif dan berkelanjutan visi kepemimpinan dan kehidupan: tantangan dan sukacita dari perjalanan, kolaboratif bekerja sebagai mattered jika masa depan, komitmen terhadap nilai-nilai inti, dedikasi untuk tujuan yang lebih tinggi.Ini adalah "jantung dari kerinduan akan terhubung ke hidup yang murah hati "(Palmer, 1998, hal 5).
Akhirnya, profesor OB juga harus mengambil sendiri pembangunan sebagai
sungguh-sungguh sebagai orang lain (Bilimoria, 2000c). Sebagai Palmer (1998) cogently argumentasi, kita yang mengajar kita, "saya mengetahui siswa dan subjek
sangat tergantung pada diri sendiri pengetahuan "(mukasurat 2). Hal ini berlaku untuk OB dan kepemimpinan. menuju jalan kepemimpinan dan penemuan diri
dgn baik sekali lagi kita acquaints dengan teori, keterampilan, dan nilai-nilai yang kami
mengajar. Kami percaya yang lebih dalam dari Maslow dan akan mendorong
inspirasi di OB profesor mencari cara untuk mencari dan menjelaskan nilainya
landasan untuk kepemimpinan dan pengajaran.
Pada tingkat dasar, Maslow tantangan dari pekerjaan kami untuk mencerminkan kami tentunya tujuan, keseluruhan saja desain dan pilihan pedagogi, dan akhirnya
dengan nilai-nilai yang kita merangkul dan panduan yang kami pilihan. Pribadi
pertumbuhan selalu melibatkan diri konfrontasi. Saya terjadi di luar netral,
mengelopak penyedia teori dan alat-alat untuk para manajer untuk mendapatkan hasil? I am membantu siswa di sepanjang jalan dari diri-discovery dan memberikan positif
visi dan model kepemimpinan? Adalah setiap topik dan kegiatan yang kesempatan untuk mencari kepemimpinan dan arti? Dimana saya melewati kelas ini, melalui program ini, saya mengajar melalui? Saya adalah orang yang nyata terlibat dalam mencari diri merendahkan diri dan mencari wawasan lebih dalam setiap kelas? Kita perlu terus mencari kesempatan untuk refleksi dan umpan balik bertujuan untuk lebih baik di " sasaran mendalam" dari yang kita (Herrigel, 1978).
Dalam jangka panjang, Maslow juga mempertimbangkan keutuhan tantangan dari hidup kita, kontribusi kami bekerja, dan keseluruhan makna kami. Konfrontasi diri ini menempatkan kami pada jalur kepemimpinan dengan melibatkan kami yang lambat, dan kadang-kadang menyakitkan, proses kerajinan pedagogis pilihan dan tindakan yang dengan kami dan menjelaskan nilai-nilai dan bakat unik.


References
Adams, J. D. (1986). Achieving and maintaining personal peak performance. In Transforming leadership: from vision to results. Alexandria, VA: Miles River Press.
Alexander, C. N., Rainforth, M. V., & Gelderloos, P. (1991). Transcendental Meditation, selfactualization, and psychological health: A conceptual overview and statistical meta–analysis. Journal of Social Behavior and Personality, 6, 189-247.
Bardoel, E. A., & Haslett, T. (2006). Exploring ethical dilemmas using the “drifting goals”archetype. Journal of Management Education, 30, 134-148.
Bennis, W. (1989). On becoming a leader. New York: Addison-Wesley.
Bilimoria, D. (2000a). Management education’s commitments to students. Journal of Management Education, 24, 422-423.
Bilimoria, D. (2000b). Redoing management education’s mission and methods. Journal of Management Education, 24, 161-166.
Bilimoria, D. (2000c). Teachers as learners: Whither our own development? Journal of
Management Education, 24, 302-303.
Bolman, L. G., & Deal, T. E. (2001). Leading with soul. San Francisco: Jossey-Bass.
Bowen, D. D. (1980). Experiential and traditional teaching of OB: A dubious distinction. Exchange: The Organizational Behavior Teaching Journal, 5, 7-12.
Boyatzis, R. E. (1994). Stimulating self-directed learning through the managerial assessmentand development course. Journal of Management Education, 18, 304-323.
Boyatzis, R. E., & McLeod, P. L. (2001). Our educational bottom line: Developing the whole person. Journal of Management Education, 25, 118-123.
Bradbury, H. (2003). Sustaining inner and outer worlds: A whole-systems approach to developingsustainable business practices in management. Journal of Management Education, 27, 172-187.
Brown, R. B. (2003). Emotions and behavior: Exercises in emotional intelligence. Journal of Management Education, 27, 122-134.
Cameron, K. S., Lussier, R. D., Ireland, R. N., New, R. J., & Robbins, S. P. (2003). Management textbooks as propaganda. Journal of Management Education, 27, 711-729.
Daniels, D., Franz, R. S., & Wong, K. (2000). A classroom with a worldview: Making spiritual
assumptions explicit in management education. Journal of Management Education, 24,
540-561.
Deming, W. E. (2000). Out of the crisis. Cambridge, MA: MIT Press.
Drucker, P. F. (1999). Managing oneself. Harvard Business Review, 77, 64-74.
Drucker, P. F. (2002). They’re not employees, they’re people. Harvard Business Review, 80, 70-77.
Dupree, M. (1990). Leadership is an art. New York: Random House. Ethics Education Task Force. (2004). Ethics education in business schools: Report of the EthicsEducation Task Force to AACSB International’s board of directors. Retrieved January 8,2007, from http://www.aacsb.edu/Resource_Centers/EthicsEdu/EETF-report-6-25-04.pdf
Ferris, W. P. (2002). Gifting the organization. Journal of Management Education, 26, 717-731.
Gallos, J. V. (1996). On teaching and educating professionals. Journal of Management Education,
20, 294-297.
Goleman, D. (1997). Emotional intelligence: Why it can matter more that IQ. New York: Bantam.
Herrigel, E. (1978). Zen and the art of archery. New York: Random House.
Hofstede, G. (1977). Cultures consequences: International differences in work related values. Beverly Hills, CA: Sage.
Hunt, J. M., & Weintraub, J. R. (2004). Learning developmental coaching. Journal of ManagementEducation, 28, 39-61.
International Commission on the Apostolate of Jesuit Education. (1986, December 8). Thecharacteristics of Jesuit education. Retrieved January 8, 2007, from the Jesuit Education Web site: http://www.sjweb.info/education/doclist.cfm
Ivancevich, J., & Matteson, M. (2002). Organizational behavior and management (6th ed.).New York: McGraw-Hill/Irwin.
Jackson, K. T. (2006). Breaking down the barriers: Bringing initiatives and reality into businessethics education. Journal of Management Education, 30, 65-89.
Koltko-Rivera, M. E. (2006). Rediscovering the later version of Maslow’s hierarchy of needs:Self-transcendence and opportunities for theory, research, and unification. Review of GeneralPsychology, 10, 302-317.
Lund Dean, K., & Beggs, J. M. (2006). University professors and teaching ethics: Conceptualizationsand expectations. Journal of Management Education, 30, 15-44.
Maslow, A. H. (1943). A theory of motivation. Psychological Review, 50, 370-396.
Maslow, A. H. (1964). Religions, values, and peak-experiences. Columbus: The Ohio State University Press.
Maslow, A. H. (1965). Eupsychian management: A journal. Homewood, IL: Dorsey.
Maslow, A. H. (1971). The farther reaches of human nature. New York: Viking.
McGregor, D. (1960). The human side of enterprise. New York: McGraw-Hill.
McShane, S., & Von Glinow, M. (2005). Organizational behavior: Emerging realities for the workplace revolution (3rd ed.). New York: McGraw-Hill/Irwin.
Neal, J. A. (1997). Spirituality in management education: A guide to resources. Journal of Management Education, 27, 121-139.
O’Connor, D. J. (2001). The organizational behavior future search. Journal of Management Education, 25, 101-112.
O’Connor, D. J., & Yballe, L. D. (2007). Team leadership: Critical steps to great projects. Journal of Management Education, 31, 292-312.
O’Neil, D. A., & Hopkins, M. M. (2002). The teacher as coach approach: Pedagogical choices
for management educators. Journal of Management Education, 26, 402-414.
Palmer, P. (1998). The courage to teach. San Francisco: Jossey-Bass.
Patzig, W. D., & Zimmerman, D. K. (1985). Accuracy in management texts: Examples in reporting the works of Maslow, Taylor, and McGregor. The Organizational Behavior Teaching Review, 10,1985-1986.
Pielstick, C. D. (2005). Teaching spiritual synchronicity in a business leadership class. Journal of Management Education, 29, 153-168.
Rynes, S. L., Quinn Trank, C., Lawson, A. M., & Ilies, R. (2003). Behavioral coursework in business education: Growing evidence of a legitimacy crisis. Academy of Management Learning and Education, 2, 269-283.
Schein, E. H. (2004). Organizational culture and leadership. San Francisco: Jossey-Bass.
Schmidt-Wilk, J., Heaton, D. P., & Steingard, D. (2000). Higher education for higher consciousness: Maharishi University of Management as a model for spirituality in management education. Journal of Management Education, 24, 580-611.
Schwartz, H. S. (1983). Maslow and the hierarchical enactment of organizational reality.Human Relations, 36, 933-956.
Senge, P. M. (1990). The fifth discipline: The art and practice of the learning organization. New York: Currency Doubleday.
Tischler, L. (2000). The growing interest in spirituality in business: A long-term socio-economicexplanation.
In G. Biberman & M. Whitty (Eds.), Work and spirit: A reader of new spiritual paradigms for organizations. Scranton, PA: University of Scranton Press.
Vaill, P. (1989). Managing as a performing art. San Francisco: Jossey-Bass.
Walton, M. (1988). The Deming management method: The complete guide to quality management. New York: Perigree.
Wilber, K. (1996). Up from eden. Adyar, India: Theosophical Publishing.
Yballe, L. D., & O’Connor, D. J. (2000). Appreciative pedagogy: Constructing positive
models for learning. Journal of Management Education, 24, 474-483.
Yballe, L. D., & O’Connor, D. J. (2004). Toward a pedagogy of appreciation. In D. Cooperrider
& M. Avital (Eds.), Advances in appreciative inquiry: Constructive discourse and human organization (pp. 171-192). New York: Elsevier Science.

Kapita Selekta Manajemen Pendidikan

BAB I
PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN

Program penelitian yang dikaji dalam beberapa literatur tentang ekonomi pendidikan dan human kapital, bila dicermati lebih jauh, cenderung membuat pendidikan itu sebagai suatu instrumen yang dapat dimanipulasikan sedemikian rupa untuk mencapai tingkat pembangunan ekonomi yang lebih tinggi. Pada beberapa tahun sebelumnya berkembang suatu pemahaman tentang keterbatasan realitas pendidikan, di satu sisi pendidikan dipandang sebagai suatu instrument tunggal pembangunan, dan pada saat yang sama selalu dikaji bagaimana peranannya dalam pembangunan pada masa sebelumnya dan juga pada masa yang akan datang.
Berbicara tentang kebijaksanaan pendidikan dalam konteks pembangunan, terdapat beberapa isu yang perlu dikaji :
1. Pentingnya mencapai/merealisasikan pemerataan kesempatan pendidikan dan implikasi dari tujuan masyarakat untuk mewujudkan keadilan.
2. Masalah keterbatasan data yang tersedia untuk mempelajari masalah pembangunan dan kemajuan pendidikan.
3. Masalah – masalah dalam ketersalingkaitan antara pendidikan dan penyediaan tenaga kerja.
4. Hubungan yang rumit antara pandangan mengenai perencanaan dan dasar – dasar filosofi kriteria pilihan individual yang bebas.
5. Masalah fundamental indigeunity pendidikan baik yang dipandang secara nasional maupun internasional.

Perspektif ilmu sosial pada pendidikan dan pembangunan
Kebijaksanaan pendidikan di negara – negara pascakolonial
Sejarah lebih sering mengingatkan kita akan kesinambungan dari pada ketidaksinambungan yang menandai masyarakat – masyarakat yang sedang mengalami perubahan sosial yang pesat. Sehubungan dengan hal itu negara – negara baru dituntut untuk mampu mendemonstrasikan bahwa kebijaksanaan – kebijaksanaan baru yang dikembangkannya merupakan suatu perubahan radikal bila dibandingkan dengan keadaaan sebelumnya.
Dalam konteks ini, beberapa aspek yang perlu dianalisis adalah pendidikan dan warisan kolonial, pertumbuhan dan ekspansi dalam periode pascakolonial, beberapa konsekuensi pembangunan pendidikan yang tidak terantisipasi, dan arah/kecenderngan baru dalam kebijaksanaan pendidikan.

Pendidikan dan warisan kolonial
Walaupun konsistensi bukan merupakan suatu karakteristik kebijaksanaan – kebijaksanaan pendidikan kolonial, tapi bukan berarti menyatakan bahwa rezim – rezim kolonial tidak memiliki ide – ide tentang perencanaan pendidikan, atau tidak memiliki pandangan sama sekali mengenai peranan yang dapat dimainkan pendidikan formal dalam pembangunan. Apabila kita memahami perencanaan sekedar untuk menyederhanakan organisasi struktur konten sistem – sistem pendidikan dalam ekonomi dan politik.

Pertumbuhan dan ekspansi dalam periode pascakolonial
` pendidikan dan ekspansi khususnya sistem pendidikan dalam hubungannya dengan pengembangan kebijaksanaan pendidikan. Sehubungan dengan hal tersebut, kebijaksanaan pengembangan pendidikan khususnya di negara – negara pascakolonial semakin diarahkan pada pertumbuhan dan perluasan sistem – sistem pendidikan. Namun, bagaimana konsekuensinya baik dalam jangka pendek, menengah maupun dalam jangka panjang, perlu dievakuasi dan hasil – hasilnya dijadikan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan – perbaikan selanjutnya.

Beberapa konsekuensi pembangunan pendidikan yang terantisipasi sebelumnya
Seiring dengan perubahan dan kemajuan – kemajuan dalam pembangunan, pertumbuhan dalam sistem persekolahan menimbulkan konsekuensi – konsekuensi yang belum dapat di antisipasi. Sehingga tidak tertutup kemungkinan semakin berkembang ketidakpastian khususnya bagi negara – negara pascakolonial mengenai masa depan strategi – strategi pendidikan sebagai akibat pengaruh dari model – model radikal dalam pengembangan pendidikan. Pengembangan struktur pendidikan formal secara besar – besaran menunjukan bahwa terjadi transformasi radikal dari sistem tersebut.

Beberapa kecenderungan baru dalam kebijaksanaan pendidikan
Seiring dengan kemajuan yang dicapai dalam masa kini, tidak cocok lagi dikembagkan asumsi bahwa tipe perencanaan makro pendidikan termasuk perencanaan tenaga kerja tingkat tinggi yang menandai tahap – tahap awal pertumbuhan pendidikan pascakolonial. Negara – negara pascakolonial kini lebih dihadapkan pada tuntutan untuk menguji beberapa pilihan kebijaksanaan, yakni mengaitkan pembangunan pendidikan yang bersifat langsung dengan operasional tenaga kerja, dan menghilangkan distorsi sinyal – sinyal pasar yang terjadi akibat dari kebijaksanaan sebelumnya. Kemudian, mengintegrasikannya sedemikian rupa dalam suatu upaya untuk memperbaharui atau meningkatkan efisiensi internal sistem – sistem pendidikan.

Tujuan persekolahan
Kajian tentang persekolahan dalam konteks ini dapat dibedakan menjadi pendidikan untuk sektor tradisional dan pendidikan serta skills modern. Hal ini menunjukan dua set kurva cost pada kurva demand yang sama terhadap skills yang pertama terkait dengan persepsi tenaga kerja dan skills dan yang satu lagi terkait dengan persepsi skill alokatif. Berdasarkan ilustrasi ini dapat disarankan bahwa pandangan pascakolonial terhadap hakekat skills dan tujuan pendidikan hendaknya diarahkan pada proporsi yang lebih besar tenaga kerja dalam sektor modern daripada dalam masa kolonial serta tenaga tradisional yang lebih terdidik. Selain itu, ilustrasi tersebut juga menyatakan terjadinya penurunan rata – rata level skill tenaga kerja dalam sektor modern seiring dengna semakin hilangnya elit status yang dimilikinya.
Dilema dalam perencanaan pendidikan
Dilema dalam perencanaan makro pendidikan seringkali terkait dengan penyediaan bantuan financial dan advisory pada sistem – sistem pendidikan di negara – negara sedang berkembang. Dalam konteks ini, badan – badan internasional yang menyediakan bantuan tersebut berprilaku seolah – olah sudah mengetahui dan memahami sepenuhnya tentang proses perencanaan pendidikan. Pendekatan ini sesungguhnya menimbulkan suatu dilema sentral bagi para spesialisasi perencana kependidikan.
Selain itu, dilemma dalam perencanan ini juga tidak sedikit muncul akibat dari peranan dalam pembuatan keputusan individual. Dalam hubungannya dengan sistem – sistem sosial dan ekonomi yang lebih luas, penelitian dan perencanaan pendidikan sering didasarkan pada suatu pemahaman yang lebih detail pada mekanisme pengambilan keputusan individual dalam pendidikan. Konsekuensinya, baik didasari maupun tidak, seringkali membuat suatu konstribusi pada rasionalisasi sistem pendidikan.
Untuk mengatasi dilema – dilema dalam perencanaan pendidikan tersebut, dibutuhkan suatu upaya yang lebih gigih untuk mempersiapkan suatu kerangka metodologi. Upaya tersebut tentu saja berupa upaya yang dapat direncanakan, diimplementasikan, dievaluasi, dan direvisi dengan cara – cara yang lebih baik. Singkatnya, meskipun ditemukan berbagai dilema dalam perencanaan pendidikan, bukan berarti dilema – dilema itu dihadapi dengan pesimis, tapi dilakukan upaya – upaya secara optimis untuk mengatasinya.

Pendidikan dan pembuatan keputusan parental : suatu pendekatan dua generasi
Untuk memahami lebih jauh tentang hubungan antara pendidikan dan pembangunan, dibutuhkan pemahaman yang mantap mengenai proses pembuatan keputusan untuk mendidik anak – anak dalam satu generasi, kemudian diuji bagaimana konsekuensi – konsekuensinya pada pendidikan untuk generasi berikutnya. Hal ini menunjukan bentuk sederhana ide yang mendasari household model pembuatan keputusan dan hasil pengujian terhadap dua proses yang mendasarinya. Karakteristik – karakteristik individual orang tua, termasuk pendidikan orang tua dan lingkungan ekonomi dan social rumah tangganya, digambarkan sebgai input – input yang mempengaruhi hasil – hasil nyata pada anak – anaknya, termasuk pendidikan, kesehatan dan jumlahnya.
Pentingnya memfokuskan analisis pada dua aspek. Pertama, bagaimana kombinasi input – input yang mempengaruhi suatu hasil tertentu, yaitu berupa pendidikan anak, dan kedua, bagaimana input spesifik, yakni pendidikan orang tua, mempengaruhi satu set hasil bagi anak – anak. Hasil – hasil analisis terhadap analisis ini, dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengkaji lebih jauh tentang hubungan saling ketergantungan antara keduanya dengan hasil – hasilnya bagi pendidikan anak.

















BAB II
PENGEMBANGAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA PADA MILENIUM KETIGA

Pengembangan kualitas sumber daya manusia sebagai suatu proses pembudayaan bangsa bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang menguasai pengetahuan, ketrampilan, keahlian serta wawasan yang sesuai dengan pengembangan iptek. Wawasan yang diperlukan dlama era globalisasi adalah kemampuan untuk memandang jauh ke depan, wawasan mutu dan kekaryaan, serta wawasan inovasi dan perubahan yang sesuai dengan nilai dan sikap yang berkembang dalam masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut di atas, bangsa Indonesia menghadapi persaingan di masa yang akan datang, tersedianya tenaga kerja dengan upah yang murah dan sumber daya alam yang melimpah tidak menjamin daya saing nasional dalam jangka panjang. Akan tetapi, daya saing tersebut akan semakin baik, bilamana didukung oleh kualitas sumber daya manusia dan kemampuan menguasai teknologi. Oleh karena itu, pengembangan kualitas sumber daya manusia merupakan prioritas utama dalam era persaingan global dan pelaksanaan otonomi daerah.

Gambaran umum kualitas sumber daya manusia pada milenium ketiga
Salah satu ciri masyarakat pada milennium ketiga adalah masyarakat industri. Masyarakat industri adalah masyarakat yang mendukung proses industrialisasi. Visi masyarakat Indonesia di tahun 2018 dikemukakan oleh Kartasasmita antara lain sebagai berikut :

1. Manusia Indonesia yang telah berpendidikan tinggi, lebih sehat, pengetahuan umumnya lebih luas, makin cerdas manusia dan pekerjaannya makin terspesialisasi. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi makin canggih, makin berdisiplin, dan dengan interaksi yang makin intensif dengan dunia internasional.
2. Kualitas demokrasi meningkat, kehidupan masyarakat yang transparan, berkembangnya sikap pembaharuan dan kritis masyarakat, meningkatnya kualitas partisipasi masyarakat.
Selanjutnya Widodo mengemukakan gambaran kualitas SDM Indonesia yang diharapkan pada milennium ketiga adalah :
1. Manusia yang sadar ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Manusia kreatif.
3. Manusia beretika solidaritas.
Manusia yang sadar ilmu penetahuan dan teknologi adalah manusia sadar ilmu dalam arti manusia serba tahu dan mereka merasa bahwa proses belajar tidak pernah selesai. Manusia tersebut harus mampu belajar sepanjang hayat, karena dunia berubah dengan cepat. Sedangkan manusia sadar iptek menurut Mangunwijaya adalah manusia perantau dalam arti kultural dan gaya hidup, dan suasana hati dengan iklim penghayatan multi dimensional.
Ada beberapa indikator manusia yang sadar iptek yaitu : kemampuan belajar sepanjang hayat membuat manusia mampu dua atau tiga karakter sekaligus, manusia mampu mencerna informasi bertubi – tubi membanjir dari luar termasuk di dalamnya hasil teknologi canggih dan mampu membuat analisis secara tajam atas segala perubahan, dan mampu berfikir kreatif secara kreatif integratif konspentual. Manusia yang kreatif mampu menghadapi tantangan batu dan mampu mengantisipasi perkembangan iptek. Kemampuan yang dimiliki oleh manusia kreatif antara lain adalah kemandirian, keberanian dan tidak mau kompromi, sebab konformitas merupakan bahaya terbesar bagi perkembangan kreativitas. Kreativitas perlu disertai keberanian dan bertanggungjawab sebagai realisasi dari sikap mandiri.
Manusia yang mandiri akan sunggh – sungguh menghidupi kehidupan dan tanpa sikap manidiri manusia akan :
1. Hidup terus tergantung.
2. Kurang ada gerak untuk memperbaiki kehidupannya.
3. Tidak ada keinginan untuk menciptakan peluang.
4. Selalu menunggu untuk diberi kesempatan.
Manusia yang tidak mandiri dan kreatif akan menghambat pembangunan. Sebaliknya manusia yang memiliki kreativitas dan kemandirian akan :
1. Memiliki harga diri.
2. Memiliki kepercayaaan pada diri sendiri.
3. Memungkinkan manusia tersebut untuk berprakarsa dan bersaing.
Pada hakekatnya semua orang bernilai sama sebagai manusia, maka tuntutan yang paling mendasar adalah keadilan dan perlakuan yang sama terhadap semua orang dalam situasi yang sama. Dalam perinsip keadilan tersebut harus menghargai orang yang telah berhasil dalam berusaha dan memberikan apa yang menjadi hak seseorang. Oleh karena itu, konsep tenggang rasa merupakan salah satu semangat keadilan sosial. Manusia berkeadilan sosial menghargai manusia lain sebagai pribadi sebagai perwujudan sikap untuk menghargai diri sebagai pribadi. Manusia memiliki tiga prinsip moral yaitu :
1. Prinsip sikap baik mengacu kepada nilai yang ada.
2. Prinsip hormat kepada orang yang bersikap positif untuk prinsip keadilan.
3. Prinsip hormat kepada diri sendiri mengacu pada nilai yang tidak terhingga untuk setiap makhluk manusia.
Era globalisasi telah masuk ke dalam berbagai aspek kehidupan yang membuat setiap bangsa menjadi bagian dari nilai dunia. Dalam era globalisasi ini muncul ketidakpuasan masyarakat pada sistem pendidikan, khususnya sistem pendidikan pendidikan tinggi. Hal ini dapat kita lihat dengan rendahnya daya saing tenaga kerja Indonesia sebagai produk Perguruan Tinggi terhadap tuntutan lingkungan yang berubah sangat pesat dalam struktur ekonomi dunia yang makin menyatu. Oleh karena itu, peran serta masyarakat dalam kegiatan produktif akan semakin menentukan perekonomian kita, baik dalam pengertian meningkatkan daya saing maupun dalam memeratakan hasil pembangunan.

Upaya pengembangan kualitas sumber daya manusia pada millennium ketiga
Upaya pengembangan kualitas SDM difokuskan pada peningkatkan nilai tambah. Nilai tambah merupakan suatu proses berkesinambungan yang dapat meningkatkan kemampuan orang yang mengalami proses tersebut. Dalam diri manusia, proses nilai tambah tersebut akan berhenti, atau bahkan merosot apabila seseorang telah pensiun atau berhenti dari pekerjaannya. Namun, akumulasi nilai tambah akan terus belangsung, selama orang tersebut tetap bekerja dan tetap berpikir, terutama dalam bidang yang disenanginya. Jadi proses selama seseorang bekerja sesuai dengan bidang pendidikan yang dikuasai dan diminati.
SDM yang berkualitas dikembangkan melalui banyak cara antara lain :
1. Melalui pendidikan dasar sampai dengan perguruan tinggi.
2. Melalui program pendidikan latihan yang sistematik maupun informal di tempat bekerja.
3. Pengembangan diri sendiri, atas inisiatif sendiri berupaya memperoleh pengetahuan dan ketrampilan.
Tujuan pendidikan tinggi adalah menyiapkan mahasiswa menjadi anggota masyarakat yang memilki kemampuan akademik dan atau professional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan atau menciptakan ilmu pengetahuan teknologi dan kesenian. Paradigma baru dalam pendidikan tinggi adalah :
1. Hasil dan kinerja perguruan tinggi harus selalu mengacu kepada kualitas yang berkelanjutan.
2. Kualitas berkelanjutan yang dilandasi kreativitas, intengenuitas, dan peroduktivitas pribadi sivitas akademika dapat diransang oleh pola manajemen yang berazaskan otonomi.
3. Otonomi perguruan tinggi harus senafas dengan akuntabilitas/pertanggungjawaban mengenai penyelenggaraan, kinerja dan hasil perguruan tinggi.
4. Hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang handal dan sahih mengenai penyelenggaraan, kinerja dan hasil perguruan tinggi, diaktualisasikan melalui proses akreditasi oleh badan akreditasi nasional
5. Tindakan manajerial utama yang melandasi pengambilan keputusan dan perencanaan di perguruan tinggi adalah proses evaluasi.
Manusia memiliki potensi kemampuan yang tiada terhingga untuk belajar dan intelegensi tersebut berfungsi sangat konstektual. Kemampuan yang dimiliki oleh manusia tersebut adalah sebagai modal untuk belajar sepanjang hayat. Disamping itu, intelegensi perlu dipahami fungsi otak kiri dan kanan peserta didik secara holistik, bahwa otak kiri berfungsi sebagai berikut :
1. Menjelaskan dengan kata – kata.
2. Mengingat dengan bahasa.
3. Berpikir secara bertahap.
4. Mengendalikan emosi.
5. Memandang hidup secara serius
6. Bekerja dengan fakta.
7. Menganalisis.
8. Berfikir logis.
9. Tugas – tugas praktis.
10. Kegiatan yang terpola.
11. Organisasi.
Sedangkan fungsi otak kanan adalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan dengan gambar.
2. Mengingat dengan gambar/bayangan.
3. Berpikir secara global.
4. Menyatakan emosi.
5. Memandang hidup dengan santai.
6. Bekerja dengan gambar.
7. Membuat sintesis/perpaduan.
8. Berpikir secara intuituf.
9. Tugas – tugas abstrak.
10. Improvisasi, kreatif, dan human. Emosi memberi warna terhadap kejadian belajar peserta didik.
Berdasarkan bermacam – macam perkembangan intelegensi dan perbedaaan fungsi antara otak kiri dan kanan tersebut di atas, maka ada pergeseran paradigma pendidikan untuk menghadapi tantangan millennium ketiga antara lain sebagai berikut :
1. Pergeseran paradigma dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat.
2. Pergeseran paradigma dari belajar yang berfokus ke penguasaan pengetahuan ke belajar holistik.
3. Pergeseran paradigma dari citra hubungan guru siswa yang bersifat kemitraan.
4. Pergeseran paradigma dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye memperkuat literasi teknologi, budaya, dan komputer.
5. Pergeseran paradigma dari pengajaran yang menekankan kepada penguasaan pengetahuan skolastik/akademik ke penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai.
6. Pergeseran paradigma dari penampilan soliter ke penampilan dalam kerja tim
7. Pergeseran paradigma dari konsentrasi ekslusif pada kompetisi ke orientasi koperatif.
Pergeseran paradigma pendidikan tersebut di atas adalah strategi yang tepat untuk mengembangkan kualitas SDM guna menghadapi berbagai tantangan dan kecenderungan pada milennium ketiga.



BAB III
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MADANI MELALUI PROSES PENDIDIKAN

Gambaran masyarakat madani Indonesia
Masyarakat madani Indonesia yang disepakati sebagai cita – cita bersama bangsa ini adalah masyarakat Indonesia baru. Dalam konsep masyarakat madani sering diidentikan dengan masyarakat sipil. Masyarakat madani dapat dipahami sebagai kemandirian aktivitas warga masyarakat berhadapan dengan negara, sekaligus terwujudnya nilai – nilai keadilan, persamaan dan pluralisme dalam kehidupan masyarakat. Setidaknya ada tiga pengertian dari masyarakat madani adalah masyarakat mandiri, beradab, dan islam.

Masyarakat mandiri
Salah satu ciri masyarakat mandiri adalah masyarakat kreatif. Pengertian kreatif disini dikemukakan oleh supriadi, bahwa kreatif konseptual adalah produk kreatif yang dinilai derajat kreativitasnya oleh pengamat tertentu tentang kreativitas yang dijalankan ke dalam kriteria tentang apa yang disebut kreatif. Pengertian masyarakat madani sebagai kemandirian aktivitas masyarakat dapat terwujudnya nilai – nilai tertentu, maka masyarakat madani secara lebih jelas dapat dikenali sebagai masyarakat yang tidak dikekang oleh negara. Mereka diberi kebebasan berekspresi dan beraktivitas, serta menjunjung tinggi nilai – nilai keadilan, persaudaraan dan menaati aturan – aturan yang disepakati bersama.
Untuk mewujudkan masyarakat madani, diperlukan suatu pra-syarat, antara lain adanya kebebasan pers dan kebebasan berpendapat, berjalannya kontrol sosial tehadap pemerintahan dan yang terpenting adalah pada norma dan peraturan perundangan yang berlaku dan tidak ada satupun manusia yang kebal hukum termasuk presiden, ktua MPR, dan ketua DPR. Jika tidak dilakukan hal seperti tersebut di atas, maka kemandirian masyarakat dapat meniimbulkan chaos, seperti terjadi selama ini dengan munculnya berbagai kerusuhan, fitnah, kekuasaan, pemerkosaan, dan isu yan memisahkan dari negara kesatuan Republik Indonesia.

Masyarakat beradab
Masyarakat madani dapat dipahami sebagai mayarakat beradab, menuju arti kata madani yang berasal dari bahasa arab yaitu madaniyah atau tamaddhu. Kata tamaddhu dalan bahasa arab secara tepat berarti peradaban dalam pergertiannya yang madani. Masyarakat yang beradab itu hatrus dipahami oleh umat islam sebagai masyarakat yang beriman dan bertakwa. Keimanan iru menimbulkan amal, mendorong kemajuan serta kesejahteraan lahir dan batin karena islam mengajukan bahwa keimanan kepada ALLAH SWT adalah suatu peradaban yang selalu berdasarkan agama. Bangsa – bangsa purbakala seperti yunani dan mesir membangun peradaban masyarakat di atas agama ketaatan masyarakat pada nabi – nabi dan petunjuk – petunjuk agama merupakan basis dari setiap peradaban.
Dengan adanya pengertian masyarakat madani yang beradab, maka untuk konteks Indonesia yang mayoritas muslim. Untuk membangun masyarakat mafani Indonesia harus berdasarkan pada ajaran islam. Untuk mewujudkannya, perlu peningkatan dakwah islamiyah dengan sasaran pengislaman pola pikir, perasaan dan sikap setiap individu muslim. Umat non-muslim tidak perlu khawatir karena perilaku islami tidak saja meyakini persatuandan persaudaraan dengan sesama muslim, tetapi juga dengan umat non-muslim dan manusia umumnya atas prinsip wihdatul ummah.

Masyarakat islami
Bagi umat islam Indonesia, masyarakat madani adalah masyarakat islami. Sedangkan rujukan masyarakat islami adalah model masyarakat madinah yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad SAW. Masyarakat madinah adalah masyarakat feodalistis sebagai model tatanan masyarakat terbaik yang harus dicontoh oleh umat islam. Sehubungan dengan keadaan masyarakat madinah yang kompleks dan majemuk, mak Nabi Muhammad SAW perlu menata dan membangun masyarakat madinah. Untuk membangun masyarakat madinah tersebut, Nabi Muhammad SAW menyusun dan mempermaklumkan sebuah perjanjian yang dikenal dengan nama piagam madinah. Piagam tersebut merupakan antisipasi jawaban terhadap realitas sosial masyarakat agar tercipta kerukunan antar komunitas yang ada di madinah. Piagam madinah dianggap oleh pakar politik sebagai konstitusi negara islam yang pertama.
Sehubungan dengan masyarakat Indonesia yang pluralistis, maka karakteristik masyarakat madani Indonesia adalah tercermin dari berbagai prinsip tersebut :
1. Demokrasi.
2. Kepastian hukum atau kehidupan masyarakat yagn diwarnai oleh rule of low.
3. Eqalitarian.
4. Penghargaan yang tinggi atas human dignity.
5. Kemajemukan budaya dan bangsa Indonesia dalam suatu kesatuan.
6. Religius.

Perubahan menuju masyarakat madani
Masyarakat Indonesia majemuk
Pengertian struktur sosial dikemukakan oleh Suparlan, bahwa struktur sosial adalah sebagai pola dari hak dan kewajiban para pelaku dalam suatu sistem interaksi yang terwujud dari rangkaian – rangkaian hubungan social yang relatif stabil dalam jangka waktu tertentu. Masyarakat Indonesia adala hmasyarakat yang majemuk, kemajemukan masyarakat Indonesia dipandang secara horizontal dan vertikal. Kemajemukan horizontal adalah menunjukan adanya satuan – satuan sosial yang keragamannya dicirikan oleh perbedaan suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, dan perbedaan unsur – unsur kedaerahan lainnya. Sedangkan kemajemukan vertikal adalah kemajemukan yang didasarkan pada pemahaman perbedaan dari unsur – unsur yang membuat keragaman tersebut dapat diukur berdasarkan kualitas atau kadarnya.
Kita telah mengetahui bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk. Untuk itu, pemahaman terhadap perubahan masyarakat harus mengingat masyarakat sebagai suatu sistem sosial yang di dalamnya terdapat aspek struktural, kultural, dan proses – proses sosial. Perubahan sosial tidak akan dapat terjadi tanpa adanya perubahan struktural dan kultural baik oleh karena hasil pengaruh faktor internal maupun faktor eksternal masyarakatnya.

Tahap dan stategi perubahan masyarakat
Strategi mobilitas social dalam perubahan masyarakat adalah lebih bersifat alami. Hal ini sesuai dengan perkembangan inteektualitas dan hati nurani manusia dan masyarakatnya, dan sangat cocok untuk menciptakan masyarakat etis. Pendukung masyarakat etis adalah mereka yang sekaligus memiliki pengetahuan yang cukup dan keimanan yang mantap. Harus kita yakini bahwa dengan stategi mobilitas sosial untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjadi masyarakat yang etis.
Dalam keadaan bangsa Indonesia yagn sedang mengalami krisis pada saat ini, bila membiarkan proses mobilitas sosial terjadi alamat kurang cocok oleh karena akan terlalu lama dan krisis berkepanjangan. Sedangkan strategi struktural dan strategi kultural dipertimbangkan lebih cocok, dan diterapkan secara simultan. Oleh karena itu akan terjadi proses saling mendukung antara perubahan struktural dan pergeseran kultural.

Pendidikan sebagai pemberdayaan masyarakt madani
Pengertian pemberdayaan
Kata power dalam empowerment diartikan sebagai daya sehingga empowerment diartikan sebagai pemberdayaan.daya dalam arti kekuatan yang berasal dari dalam, tetapi dapat diperkuat dengan unsur – unsur penguatan yang diserap dari luar. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dalam berbagai sisi sebagai berikut :
1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkingkan potensi masyarakat berkembang.
2. Memperkuat potensi atau daya serta berupaya untuk mengembangkannya.
3. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat.
4. Memberdayakan mengandung arti melindungi.
5. Pemberdayaan adalah konsep yang menyeluruh atau holistik.

Pengertian pendidikan
Soedijarto mengemukakan bahwa pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur serta memungkinkan para warganya mengembangkan diri baik berkenaan dengan aspek jasmaniah maupun rohaniah berdasarkan Pencasila dan UUD 1945. selanjutnya Tilaar mengemukakan bahwa pendidikan sebagai bagian dari usaha untuk meningkatkan taraf kesejahteraan kehidupan manusia yang merupakan bagian dari pembangunan nasional. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pendidikan adalah proses pengembangan potensi manusia secara totalitas. Dengan pengembangan potensi manusia terssebut sehingga mereka memperoleh nilai – nilai tambah.

Menuju masyarakat madani
Perubahan menuju masyarakat madani dan untuk selanjutnya menuju masyarakat etis diperlukan individu dan masyarakat berkemampuan tinggi. Oleh karena itu peran pendidikan adalah mempersiapkan individu dan masyarakat, sehingga memiliki kemampuan dan motivasi serta berpartisipasi secara aktif dalam aktualisasi dan institusionalisasi. Untuk memberdayakan masyarakat madani diperlukan suatu syarat antara lain :
1. Adanya kebebasan pers.
2. Adanya kebebasan berpendapat.
3. Adanya kebebasan berserikat dan berkumpul.
4. Kontrol social berjalan dengan baik.
5. Tegaknya supermasi hukum dalam masyarakat dan pemerintah.
6. Masyarakat dan pemerintah harus tunduk pada hukum yang berlaku.
Disamping itu juga perlu diperhatikan dalam memberdayakan masyarakat madani adalah :
1. Pendidikan civics harus mampu menumbuhkan perspektif historis, kesadaran nilai – nilai kebangsaan yang dibutuhkan masyarakat madani.
2. Dalam pembentukan kepribadian yang unggul perlu dikembangkan juga kemampuan intelegensi yang berdimensi banyak, termasuk di dalamnya adalah intelegensi emosional, moral dan spiritual.
3. Pengembangan pendidikan masal yagn artinya diperlukan berbagai pendekatan dengan pemberdayaan dan pendayagunaan media komunikasi masa, cetak dan elektronik.
Untuk itu masyarakat juga membutuhkan literasi teknologi, sehingga tidak buta teknologi.

















BAB IV
KEBIJAKSANAAN DESENTRALISASI PENDIDIKAN DAN MODEL MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Analisis kebijaksanaan
Analisis kebijaksanaan merupakan ilmu sosial terapan sebagai salah satu hasil nyata dari suatu misi ilmu pengetahuan yang lahir dari gerakan nyata yang disebut profesionalisasi ilmu – limu sosial. Menghasilkan dan mendayagunakan informasi ialah suatu bagian dari kegiatan analisis kebijaksanaan yaitu pengumpulan, pengolahan, dan pendayagunaan data agar menjadi masukan yang berguna bagi para pembuat keputusan. Menurut William N. Dunn, analisis kebijaksanaan adalah aktivitas menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijaksanaan. Analisis kebijaksanaan meneliti sebab, akibat, dan kinerja kebijaksanaan dan program publik.

Perumusan kebijaksanaan
Dalam perumusan kebijaksanaan semua faktor terlibat seperti pejabat struktural, non-struktural, resmi, tidak resmi, langsung atau tidak langsung mempunya pengaruh terhadap kebijaksanaan. Setiap kebijaksanaan bersumber pada landasan hukum, peraturan yang disetujui bersama, kebijaksanaan yang muncul merupakan respon terhadap kepentingan umum dan krisis suatu negara seperti yang dihadapi bangsa Indonesia pada saat ini. Suatu proses perumusan kebijaksanaan tetap dianggap selesai, apabila telah diambil keputusan oleh pembuat kebijaksanaan formal. Orang – orang yang terlibat dalam merumuskan kebijaksanaan disebut dengan aktor. Aktor yang yang terlibat dalam merumuskan kebijaksanaan terdapat pada tingkat strategis, koordinatif, dan operatif.



Implementasi kebijaksanaan
Implementasi kebijaksanaan merupakan salah satu komponen dalam proses kebijaksanaan. Implementasi kebijaksanaan banyak juga dipengaruhi oleh faktor organisasi. Dalam teori organisasi ysng bersifat klasik ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :
1. Hirarki.
2. Profesionalisme
3. Otoritas.
4. Kekuasaan.
5. Peraturan.
6. Koordinasi.
7. Sentralisasi.
8. Desentralisasi.
9. Disiplin.
10. Kesatuan Komando.
11. Rentangan kendali.
12. Job deskrisi.
13. Mekanisme kerja dan sebagainya.
Sedangkan hubungan antara pembuat dan pelaksanaan kebijaksanaan dikemukakan oleh Supandi dan Sanusi antara lain sebagai berikut :
1. Hubungan tersebut mempunyai corak bersifat teknorat.
2. Hubungan kedua jenis aktor tersebut bercorak utusan yang diberi wewenang.
3. Hubungan yang bercorak pedagang dan pembeli
4. Hubungan bergaya birokratik.

Penilaian kebijaksanaan
Penilaian kebijaksanaan merupakan komponen terakhir dalam proses kebijaksanaan. Ada beberapa nilai yang harus dipertimbangkan dalam penilaian kebijaksanaan yaitu :
1. Nilai yang harus dibandingkan dengan krtiteria yang telah ditetapkan.
2. Nilai ekonomis.
3. Nilai sosial budaya.
4. Sejauh mana target yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Evaluasi kebijaksanaan pendidikan dapat dilakukan secara rasional dan sistem. Evaluasi kebijaksanaan pendidikan secara sistem terdiri dari :
1. Evaluasi masukan mentah yaitu seleksi tentang penerimaan peserta didik.
2. Evaluasi msukan instrumental terdiori dari : dosen, kurikulum, fasilitas belajar dan sebagainya.
3. Evaluasi masukan lingkungan yaitu lingkungan sosial budaya dan lingkungan fisik
4. Evaluasi keluaran yaitu evaluasi hasil blajar peserta didik.

Desentralisasi pendidikan dan otonomi sekolah
Dalam pelaksanaan desentralisasi pendidikan tidak berarti menciutkan substansi pendidikan menjadi substansiyang bersifat lokal dan sempit, serta berorientasi pendidikan yang bersifat primordial yang dapat menumbuhkan sentiment kedaerahan. Dengan kata lain, desentralisasi pendidikan diartikan sebagai pelimpahan kekuasaan dan wewenang yang lebih luas kepada daerah untuk membuat perencanaan dan mengambil keputusannya sendiri dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi di bidang pendidikan, namun harus tetap mengacu kepada tujuan pendidikan nasional sebagai bagian dari upaya pencapaian tujuan pembangunan nasional.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka desentralisasi pendidikan akan mendorong terciptanya kemandirian dan rasa percaya yang tinggi pemerintah daerah pada gilirannya akan berlomba meningkatkan pelayanan pendidikan bagi masyarakat di daerahnya sendiri. Persaungan yang sehat dan kerajsama yang baik antar daerah tentunya akan terus tumbuh dalam suasana keterbukaan komunikasi antara daerah yang dijiwai oleh persatuan dan kesatuan dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional yang bercirikan keragaman kedaerahan.
Konsep manajemen berbasis sekolah
Ada beberapa istilah yang berkaitan dengan manajemen berbasis sekolah yaitu : school based management atau school based decision making and management. Konsep dasar manajemen berbasis sekolah adalah mengalihkan pengambilan keputusan dari pusat/kanwil/kandep dinas ke level sekolah. Dengna adanya pengalihan kewenangan pengambilan keputusan ke level sekolah, maka sekolah diharapkan lebih mandiri dan mampu menentukan arah pengembangan yang sesuai dengan kondisi dan tuntutan lingkungan masyarakatnya. Atau dengan perkataan lain, sekolah harus mampu mengembangkan program yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Dalam rangka pelaksanaan SBM ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut :
1. Sekolah dituntut mampu menampilkan pengelolaan sumber daya secara transparan, demokratis, tanpa monopoli, dan tanggung jawab terhadap masyarakat dan pemerintah.
2. Peranan pemerintah merumuskan kebijaksanaan pendidikan yang menjadi prioritas nasional dan merumuskan pelaksanaan SBM.
3. Pelu dibentuk dewan sekolah.
4. SBM menuntut perubahan perilaku kepala sekolah, guru dan tenaga administrasi menjadi lebih profesional dan manajerial dalam pengoperasian sekolah.
5. dalam meningkatkan profesionalisme dan kemampuan manajemen yang terkait dengan SBM perlu diadakan latihan linnya dalam rangka pengembangan profesi serta pemasyarakatan SBM.
6. Keefektifan SBM dapat dilihat indiator – indikator sejauh mana sekolah sapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses pembelajaran, pengelolaan sumber daya manusia dan administrasi.


Prinsip manajemen berbasis sekolah
Dalam masyarakat Indonesia yang heterogenitas ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain sebagai berikut :
1. Kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan terdiri dai ribuan pulau.
2. Secara politis heterogenitas penduduk tersebut mendorong kita untuk menciptakan perekat kesatuan dan salah satu perekat yang diyakini efektif adalah pendidikan.
3. Tidak adanya keseragaman GBPP yang sampai pada topik dan metode mengajarnya dan hal tersebut bersifat sentralistis.
4. Heterogentas masyarakat Indonesia akan mengakibatkan kebutuhan peserta didik berbeda – beda.
5. Harus berhati – hati dengan kurikulum muatan lokal.

Model manajemen berbasis sekolah
SBM adalah salah satu bentuk alternatif program desentralisasi dalam bidang pendidikan. Dalam rangka perwujudan reformasi pendidikan, manajemen berbasis sekolah pada prinsipnya memperoleh pendelegasian kewenangan yang bertumpu pada sekolah dan masyarakat serta menjauhi birokrasi yang bersifat senralistik.
Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab mungkin akan berbeda antara satu sekolah dengan sekolah lainya dlam SBM. Untuk itu, SBM menawarkan kebebasan yang besar pada sekolah dan disertai tanggung jawab dan akuntabilitas yang itensitasnya tinggi terhadap terjaminnya partisipasi masyarakat, pemerataan, efektivitas, serta manajemen yang bertumpu pada sekolah.

Penerapan manajemen berbasis sekolah.
Ada beberapa persyaratan dalam penerapan SBM antara lain sebagai berikut :
1. Kesamaan persepsi.
2. Kejelasan koridor kebijaksanaan.
3. Perubahan pola hubungan sub-ordinasi menjadi kesejawatan.
4. Perubahan sikap dan perilaku.
5. Deregulasi.
6. Transparansi dan akuntabilitas.


























BAB V
SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT PERTAMA MULTI PROGRAM
(SLTP-MP)

Pokok – pokok pikiran tentang SLTP - Multi program
Pengertian
Sekolah lanjutan tingkat pertama multi program disingkat dengan SLTP-MP. Sekolah ini adalah sekolah lanjutan tingkat pertama yang lama pendidikannya 3 tahun setelah sekolah dasar 6 tahun, yang merupakan sekolah minimal untuk melaksanakan wajib belajar bagi semua warga negara pada saat ini. SLTP-MP mempunyai dua program pendidikan yaitu : program pendidikan akademik bagi peserta didik yang akan langsung melanjutkan ke sekolah menengah, dan program pengayaan yang kaya atau banyak dalam rangka mengembangkan dan memberdayakan kandungan lokal, sehingga bagi mereka yang tidak langsung melanjutkan ke sekolah menengah dapat belajar mandiri yang memiliki pendapatan yang bernilai ekonomi.

Tujuan
Sekolah lanjutan tingkat pertama multi program (SLTP-MP) tujuannya didasarkan pada penjelasan kurikulum baru bahwa kurikulum SLTP ebagai bagian dari pendidikan dasar 9 tahun bertujuan sebagai berikut :
1. Untuk memberikan bekal kemampuan dasar yang merupakan perluasan serta peningkatan pengetahuan dan ketrampilan peserta didik yang diperoleh di sekolah dasar.
2. Untuk memperluas dan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan peserta didik dalam mata pelajaran yang bermuatan nasional sebagai program umum.
3. Untuk menguasai berbagai pengetahuan dan ketrampilan program muatan lokal.
4. Untuk menguasai dan memahami salah satu ketrampilan yang harus dipilih oleh peserta didik.
Sasaran
Program bagi siswa yang tidak melanjutkan
Para siswa SLTP yang telah menyelesaikan studinya dan tidak melanjutkan ke SLTA karena sesuatu hal seperti kurangnya daya dukung ekonomi, maka perlu pendidikan ketrampilan yang memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi dan dapat diandalkan. Pendidikan ketrampilan tersebut perlu dirancang sebagai modal bagi para siswa tersebut untuk memperoleh nafkah kehidupan dan selanjutnya sesuai dengan perkembangan masing – masing yang dapat diarahkan menjadi wiraswasta sehingga mereka dapat hidup yang mandiri dan layak.

Program bagi siswa SLTA yang drop out
Para siswa SLTA yang drop out juga dapat diikutsertakan dalam program ini, sehingga memiliki modal ketrampilan untuk dapat memenuhi nafkah kehidupan dan sekaligus dapat mengembangkan kemampuannya di bidang yang diminati sehingga dapat hidup layak dan mandiri.

Persyaratan peserta
Agar program SLTP – MP dapat berjalan dengan lancar dan baik maka perlu dipilih peserta didik yang benar – benar berminat dan berkemauan keras untuk berwiraswasta. Ada asumsi bahwa bagi peserta didik yang berbakat, berminat dan berkemauan keras serta tekun yang memungkinkan berhasil dalam program ini.

kurikulum
kurikulum sekolah lanjutan tingkat pertama multi program (SLTP – MP) terdapat tiga program yaitu :
1. Program umum.
2. Program muatan lokal.
3. Program pilihan bebas.

Daya dukung
Untuk kesuksesan SLTP – MP diperlukan berbagai daya dukung antara lain :
Pemerintah daerah
Pemerintah daerah harus memberikan daya dukung yang dapat menjadi mediator antar pihak sekolah dan pihak industri serta aktif membantu mencari sponsor/donator yang dapat diharapkan berpartisipasi secara aktif dan ikut bertanggungjawab terhadap kesuksesan program ini.
Tenaga ahli dalam bidang ekonomi dan industri kecil dan rumah tangga perlu dilibatkan untuk melakukan studi kelayakan guna menghitung nilai investasi ekonomi pendidikan yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah jangka panjang.

Dukungan masyarakat
Masyarakat pada umumnya, khususnya usahawan dan industriawan yang tergabung dalam KADI dan HIPMI serta organisasi wiraswasta lainnya dapat memberikan perhatian dan bantuan secara nyata dan sungguh – sungguh seperti mengadakan magang dalam perusahaan atau memberikan pinjaman atau bantuan dana sebagai modal berusaha. Perlu dipikirkan secara bersama antara pemerintah, masyarakat dan sekolah, bagaimana merancang program sekolah ini agar saling menguntungkan dan mempunyai nilai tambah ekonomi terhdap perusahaan sebagai akibat dari investasinya.


Dukungan sekolah
Sekolah sebagai satuan pendidikan perlu menyiapkan diri secara komprehensif dan integral baik tentang hal yang bersifat strategis, teknis, dan operasional yang berkaitan dengan dukungan sumber daya manusia dan fasilitas pendidikannya agar program sekolah ini terlaksana dengan baik. Sekolah perlu mengadakan pendekatan kepada berbagai pihak terutama pada dunia usaha, industri dan pemerintah agar program SLTP – MP dapat dilaksanakan dengan baik.



























BAB VI
PERGURUAN TINGGI UNTUK MENGHADAPI ERA GLOBALISASI PADA MASA KRISIS

Globalisasi merupakan suatu tatanan di mana dunia begitu menjadi terbuka dan transparan, sehingga ada kesan seolah – olah tak ada lagi batas negara. Kecenderungan global seperti ini yang disebut oleh Kenichi Ohmae sebagai borderless world. Globalisasi ini dimulai dalam bidang informasi dan ekonomi yang kemudian mempunyai implikasi pada bidang – bidang lain, yaitu :
1. Kemajuan iptek terutama dalam bidang informasi serta inovasi baru dalam bidang teknologi yang mempermudah kehidupan mereka.
2. Perdagangan bebas yang di tunjang oleh iptek.
3. Kerjasama regional dan internasional yang telah menyatukan kehidupan berusaha dari bangsa – bangsa tanpa mengenal batas Negara.
4. Meningkatkan kesadaran terhadap hak –hak asasi manusia serta kewajiban manusia di dalam kehidupan bersama, dan sejalan dengan itu semakin meningkatnya kesadaran bersanma dalam alam demokrasi.
Era globalisasi tersebut telah masuk ke dalam berbagai aspek kehidupan yang membuat setiap bangsa menjadi bagian dari sistem nilai dunia. Dalam era globalisasi ini muncul ketidakpuasan masyarakat pada sistem pendidikan tinggi. Hal ini dpat kita lihat dengan rendahnya daya saing tenaga kerja Indonesia sebagai produk perguruan tinggi merupakan salah satu indikator yang menunjukan kurangnya daya adaptasi perguruan tinggi terhadap tuntutan lingkungan yang berubah sangat cepat dalam struktur ekonomi dunia yang makin menyatu. Implikasi pasar bebas bagi perguruan tinggi adalah tuntutan dari masyarakat agar perguruan tinggi mampu bertahan dan beradaptasi dalam lingkungan proses pembelajaran tanpa batas.

Profesionalisme perguruan tinggi untuk menghadapi tantangan era globalisasi pada era krisis
Pengembangan kualitas sumber daya manusia perguruan tinggi memerlukan investasi yang sangat besar dalam jangka waktu yang panjang. Kenyataan perguruan tinggi kita dinilai sangat relatif rendah bila dibandingkan dengan tenaga keja yang berada pada negara – negara industri dan industri baru. Pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia sangat diperlukan bagi fasilitas pendidikan secara bersama untuk memperoleh efek sinergitstik untuk meningkatkan mutu lulusan sehingga mereka mampu bersaing secara kompetitif pada era globalisasi.
Untuk mempersiapkan tenaga kerja pada masyarakat industri maka visi dan misi perguruan tinggi harus berorientasi pada aspek ekonomi, ideologi, jati diri bangsa, pemantapan kehidupan politik dalam kehidupan demokrasi serta antisipasi terhadap interaksi budaya agraris dan budaya industri untuk membentuk sinergi budaya atau peradaban yang positif. Dengan visi dan misi perguruan tinggi tersebut di atas, maka strategi pembangunan perguruan tinggi harus berorientasi pada pertumbuhnan tenaga kerja yang berkualitas, sehingga mereka mampu bersaing dengan era pasar bebas AFTA tahun 2003 dan APEC tahun 2020 serta masyarakat ekonomi eropa dan kekuatan ekonomi internasional lainnya. Di samping itu, perguruan tinggi perlu mengembangkan ilmu – ilmu dasar dan ilmu – ilmu terapan, kepeloporan dalam pengembangan ilmu interdisipliner secara terus – menerus. Di kampus perlu dikembangkan kehidupan harmonis, demokratis, serta iklim ilmiah kondusif dan religius.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka perguruan tinggi harus dikelola secara profesional. Sedangkan yang dimaksud dengan profesional adalah profesional personal dan profesional institusional.




Profesional personal
Adapun yang dimaksud dengan karakteristik profesional personal antara lain adalah sebagai berikut :
1. Bangga atas pekerjaan dengan komitmen pribadi yang kuat atas kreativitas.
2. Memiliki tanggungjawab yang besar, antisipatif, dan penuh inisiatif.
3. Ingin selalu mengerjakan pekerjaan dengan tuntas dan ikut terlibat dalam berbagai tugas di luar yang ditugaskan kepadanya.
4. Ingin terus belajar untuk meningkatkan kemampuan kerja dan kemampuan melayani.
5. Mendengar kebutuhan pelanggan dan dapat bekerja dengan baik dalam suatu tim.
6. Dapat dipercaya, jujur, terus terang dan loyal.
7. Terbuka terhadap kritik yang bersifat konstruktif serta siap untuk meningkatkan dan menyempurnakan dirinya.

Profesional institusional
Adapun karakteristik profesional institusional adalah sebagai berikut :
1. Perkuliahan berjalan lancar, dinamis, dan dialogis.
2. Masa studi mahasiswa tidak lama dan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan memperoleh indeks prestasi yang tinggi.
3. Minat masyarakat yang memasuki perguruan tinggi adalah besar, karena perguruan tinggi yang bersangkutan adalah legitimate dan credible.
4. Memiliki staf pengajar yang telah lulus studi lanjut.
5. Pertemuan ilmiah serta produktif dalam karya ilmiah.
6. Pengelolaan perguruan tinggi memiliki visi yang jauh kedepan, otonomi, fleksibel, serta birokrasi yang singkat dan jelas.
7. Program perguruan tinggi, baik akademik maupun administrasi harus disusun secara sistematis, sistemik, dan berkelanjutan.
8. Kampus harus dibenahi secara bersih, hijau dan sejuk.
9. Alumni perguruan tinggi harus mampu bersaing secara kompetitif, baik secara nasional maupun global.

Kekutan, kelemahan, peluang dan ancaman perguruan tinggi pada masa krisis untuk menghadapi globalisasi pada masa krisis.
Dengan wawasan 2018 sebagai acuan umum, dirumuskan misi sistem pendidikan tinggi. Misi pendidikan tinggi di Indonesia antara lain menghasilkan anggota masyarakat yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak tinggi, berbudaya Indonesia, bersemangat ilmiah, serta memiliki kemampuan akademik dan professional dan sanggup berkinerja baik di lingkungan kerjanya serta mampu mengembangkan, menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pencapaian misi perguruan tinggi, maka perlu dianalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang disingkat dengan KKPA.

Kekuatan internal sistem pendidikan tinggi
Kekuatan sistem internal perguruan tinggi adalah sebagai berikut :
1. Adanya komitmen yang tinggi terhadap Pancasila dan UUD 1945 serta pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila.
2. Terujudnya sistem pendidikan nasional yang berdasarkan Undang – Undang naomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional.
3. Banyak tenaga akademik perguruan tinggi dalam berbagai bidang dan disiplin ilmu yang telah mempunyai kualifikasi.
4. Adanya kerjasama penelitian, baik lembaga pemerintahan maupun swasta dengan lembaga pendidikan tinggi dan lembaga ilmiah lainnya, baik dalam maupun luar negeri.
5. Perhatian pemerintah, dunia swasta dan industri swmakin meningkat untuk mendanai penelitian dalam rangka penelitian dan pengembangan iptek.
6. Program studi lanjut pada program pascasarjana telah berjalan dengan baik pada beberapa perguruan tinggi yan telah ditetapkan Ditjen Dikti Depdiknas.
7. Lebih dari sembilan puluh ribu tenaga akademik dalam berbagai cabang dan ranting ilmu, dan seperlima diantaranya para staf pengajar tersebut telah berpendidikan program S2 dan S3 baik di dalam maupun di luar negeri.
8. Adanya pembangunan jaringan perpustakaan perguruan tinggi dan jaringan komunikasi informasi.

Kelemahan internal sistem pendidikan tinggi
Kelemahan internal sistem pendidikan tinggi adalah sebagai berikut :
1. Daya tampung perguruan tinggi masih kecil, karena keterbatasan kemampuan masyarakat.
2. Letak perguruan tinggi masih belum merata dan masih menumpuk di pulau Jawa.
3. Pada umumnya waktu penyelesaian studi di perguruan tinggi masih lama.
4. Pengendalian pemanfaatan waktu studi di perguruan tinggi masih lemah.
5. Terbatasnya akses perguruan tinggi untuk memperoleh informasi ilmiah.
6. Lulusan perguruan tinggi belum relevan dengan kebutuhan pembangunan.
7. Terbatasnya dana pengelolaan perguruan tinggi akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan.
8. Kurangnya kesejahteraan dan disiplin tenaga pengajar dan peneliti untuk meningkatkan mutu pendidikan dan penelitian.
9. Masalah kebebasan akademik dan etika intelektual belum dapat diselesaikan secara konsisten dan konsekuen.

Peluang dari lingkungan eksternal perguruan tinggi
Peluang dari lingkungan eksternal perguruan tinggi adalah sebagai berikut :
1. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan makin berperan sebagai daya penggerak dalam memajukan kehidupan masyarakat.
2. Besarnya hasrat lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) untuk melanjutkan studi pada perguruan tinggi.
3. Dengan berkembangnya teknologi informasi dapat meningkatkan akses pada informasi ilmiah.
4. Kesejahteraan masyarakat makin meningkat.
5. Semakin meningkatnya keperluan masyarakat terhadap konsultasi.

Ancaman dari lingkungan eksternal perguruan tinggi
Ancaman dari lingkungan eksternal perguruan tinggi adalah sebagai berikut :
1. Laju pertumbuhan iptek sangat pesat yang mempercepat proses pengusangan.
2. persaingan yang ketat dalam memperoleh kesempatan kerja bagi lulusan perguruan tinggi, karena adanya perdagangan bebas.
3. Makin meningkatnya syarat kualifikasi untuk bekerja di sektor modern.
4. Kinerja penelitian yang tinggi sebagai syarat untuk memperoleh akses ke jaringan informasi ilmiah.
5. Lulusan perguruan tinggi ASEAN dan Asia Pasifik lebih menguasai bahasa Inggris daripada lulusan perguruan tinggi Indonesia untuk berkomperisi merebut pasaran kerja.

Lingkungan strategis perguruan tinggi untuk menghadapi tantangan era globalisasi pada masa krisis
Linkungan strategis dalam era globalisasi sangat berpengaruh untuk menentukan kebijaksanaan pengelolaan perguruan tinggi. Lingkungan strategis terdiri dari lingkungan nasional, lingkungan regional, dan lingkungan global.

Lingkungan strategis nasional
Pada umumnya perguruan tinggi di Indonesia masih ketinggalan kualitasnya jika dibandingkan dengan berbagai perguruan tinggi yang berada pada negara – negara industri maju. Ketinggalan perguruan tinggi Indonesia bila ditinjau dari segi masuknya, proses belajar mengajarnya, sarana dan prasarana yang dimilikinya. Biaya rutin dan pembangunan pendidikan di negara maju lebih tinggi jika dibandingkan dengan Indonesia. Hal ini disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah terutama disebabkan oleh system manajemennya yang belum profesional. Sedangkan faktor eksternal disebabkan antara lain masih panjang dan lamanya proses birokrasi dan berbagai ketentuan yang harus diikuti oleh penyelenggara perguruan tinggi.

Lingkungan strategis regional
Secara regional perguruan tinggi di Indonesia pada umumnya masih termasuk papan bawah. Kondisi perguruan tinggi di Indonesia dapat terlihat dari jumlah angka partisipasi mahasiswanya maupun dari hasil penelitian atas kualitas dan reputasi perguruan tinggi selama ini. Bila ditinjau dari angka partisipasi mahasiswa untuk negara – negara tetangga terdekat (ASEAN), seperti Filiphina sudah mencapai angka partisipasi lebih kurang 30%, Thailand 28% dan Malaysia lebih kurang 18%, sedangkan Indonesia baru mencapai lebih kurang 1%. Bila dibandingkan dengan Korea Selatan salah satu negara industri baru angka partisipasinya lebih kurang 38%. Partisipasi mahasiswa Jepang sebagai salah satu negara industri maju angka partisipasinya adalah lebih kurang 53%. Berdasarkan data tersebut di atas, maka amgka partisipasi mahasiswa Indonesia adalah paling rendah dibandingkan dengan negara – negara ASEAN, apalagi dengan negara industri maju.

Lingkungan strategis global
Pada hakekatnya globalisasi bukan sesuatu yang baru bagi umat manusia. Dengan globalisasi semakin terbuka lalu lintas manusia, barang, jasa dan informasi antar negara. Proses globalisasi telah merubah tatacara kehidupan dan berpikir umat manusia. Perubahan tatacara kehidupan dan proses berpikir umat manusia yang disebabkan oleh pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi komunikasi dan informasi. Dalam proses globalisasi telah melahirkan suatu kesadaran global, di mana tidak pernah manusia itu sebelumnya merasa satu dengan yang lain. Masyarakat global adalah masyarakat yang terus – menerus meningkatkan kualitas dan keunggulan sumber daya manusia. Kualitas dan keunggulan masyarakat tersebut amat diperlukan untuk menghadapi kehidupan yang kompetitif. Peningkatan keunggulan dan kualitas sumber daya manusia tersebut di laksanakan melalui program pendidikan yang terencana secara sistematis, sistemik, dan berkelanjutan.

Strategi persaingan peguruan tinggi untuk menghadapi tantangan era globalisasi pada masa krisis
Perguruan tinggi berperan untuk memproses potensi sumber daya manusia secara totalitas. Untuk itu, perguruan tingi harus menerapkan berbagai cara untuk menarik peserta didik, strategi bersaing untuk mengembangkan proses pembelajaran dan strategi bersaing untuk menghilangkan batas.
Strategi bersaing untuk menarik peserta didik
Mutu peserta didik akan mempengaruhi proses dan hasil pendidikan. Mutu peserta didik juga ikut berperan dalam menentukan program studi pada gilirannya akan menentukan citra perguruan tinggi yang bersangkutan. Perguruan tinggi yang favorit mempunyai peluang yang lebih tinggi untuk mendapatkan dan menarik peserta didik terbaik. Adapun langkah – langkah yang diperlukan untuk menarik peserta didik terbaik adalah sebagai berikut :
1. Pimpinan perguruan tinggi perlu menyebarkan pengertian karakteristik peserta didik yang terbaik.
2. Menyebarkan misi dan visi perguruan tinggi serta menginformasikan profil peserta didik kepada masyarkat.
3. Pemberian beasiswa bagi mahasiswa yang berprestasi dan memberikan bantuan jasa tenaga kerja bagi lulusan perguruan tinggi yang bersangkutan.
4. Harus mengembangkan instrument seleksi yang valid dan reliable untuk menjaring calon peserta didik yang diharapkan.
5. Membina reputasi perguruan tinggi dengan mengutamakan profil perguruan tinggi.

Strategi bersaing untuk mengembangkan proses pembelajaran
Proses pembelajaran mempunyai peranan yang penting, sebab, kualitas proses pembelajaran akan menentukan hasil pendidikan. Agar proses pembelajaran sesuai dengan perkembangan iptek maka proses pembelajaran tersebut perlu dikembangkan. Implikasi strategis dari strategi bersaing dalam pengembangan proses pembelajaran adalah sebagai berikut :
1. Dosen adalah mitra belajar bagi peserta didik.
2. Penyusunan silabus mata pelajaran tidak boleh kaku.
3. Dosen perlu meningkatkan kemampuannya untuk memadukan berbagai metodologi pembelajaran dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman konseptual dan kompetensi praktis secara seimbang.
4. Organisasi perguruan tinggi perlu menggunakan pendekatan sistem untuk menggerakan dan menjaga kesinambungan proses pembelajaran yang efektif.

Strategi bersaing untuk menghilangkan batas
Implikasi era globalisasi dalam proses pendidikan adalah Learning Without Boundaries, artinya konsep pembelajaran tanpa batas dapat dipahami dengan sistem terbuka. Sistem terbuka tersebut yang menjabarkan proses pertukaran energi antara organisasi hidup dengan lingkungannya. Sistem terbuka mencapai keseimbangan karena adanya proses pertukaran energi dengan lingkungannya secara berkesinambungan. Ada beberapa hal penting dalam konsep terbuka yang relevan dalam model belajar tanpa batas seperti yang dikemukakan oleh Peniwati sebagai berkut :
1. Stabilitas diri, yaitu kemampuan sistem terbuka untuk mencapai keseimbangan untuk dapat bertahan terhadap gangguan dari luar dengan cara mengatur arus ganguan tersebut.
2. Organisasi diri, yaitu kemampuan sistem terbuka untuk mencapai tingkat keseimbangan baru yang lebih tahan terhadap gangguan.
Perguruan tinggi perlu mengembangkan stabilitas diri dan organisasi diri untuk dapat bertahan dan beradaptasi dengan lingkungan tanpa batas. Perguruan tinggi harus secara pro aktif mengembangkan sistem umpan balik melalui pemberdayaan peserta didik dengan menuntut yang lebih baik dengan melalui proses evaluasi dasar dan program serta kontrak pembelajaran.

Strategi perguruan tinggi untuk menghadapi tantangan era globalisasi pada masa krisis
Krisis ekonomi makin berpengaruh kepada beberapa bidang ekonomi, politik, social budaya, pertahanan, dan keamanan serta pendidikan. Untuk itu, diperlikan strategi perguruan tinggi pada masa krisis. Strategi pendidikan pada masa krisis adalah tehap penyelamatan, tahap pemulihan, dan tahap pembangunan kembali pendidikan nasional untuk menghadapi berbagai tantangan pada era millennium ketiga.

Tahap penyelamatan
Ada beberapa hal yang perlu diupayakan pada tahap penyelamatan perguruan tinggi di Indonesia yaitu:
1. Diupayakan untuk mempertahankan agar tidak terjadi kegoncangan proses pembelajaran pada perguruan tinggi.
2. Bagaimana parahnya krisis ekonomi, proses pembelajaran tetap diupayakan untuk berjalan atau learning process tetap berjalan.
3. Diupayakan mencegah drop out mahasiswa menjadi seminimal mungkin.
4. Harus diberikan motivasi yang tinggi kepada dosen agar tetap menjalankan tugas mengajar walaupun diterpa tekanan ekonomi yang kuat.
5. Pengelolaan jaringan pengaman sosial diupayakan dapat mendukung kelancaran proses pembelajaran pada perguruan tinggi.
6. Harus ditingkatkan efisiensi internal dan eksternal dalam pengelolaan perguruan tinggi.
Tahap pemulihan
Strategi perguruan tinggi dengan tahap pemulihan dapat dilakukan bila kondisi Republik Indonesia : ekonomi sosial sudah pulih kembali dan telah bergerak normal, nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar Amerika sudah stabil pada tingkat yang rasional. Target yang akan dicapai oleh strategi pendidikan pada tahap pemulihan adalah sebagai berikut :
1. Perbaikan proses pembelajaran sebagai dampak dari krisis ekonnomi.
2. Merumuskan strategi pendidikan tinggi.
3. Mendorong pihak swasta untuk memberdayakan pendidikan tinggi di Indonesia.
4. Mengadakan deregulasi dan debirokrasi tentang penyelenggaraan pendidikan.
5. Mengadakan reformasi terhadap kurikulum dan metode pendidikan.
6. Menjalin hubungan yang saling menguntungkan antara pengusaha dan perguruan tinggi.
7. Guru sebagai fasilisator dalam proses pembelajaran.
8. Melengkapi secara optimal fasilitas belajar yang diperlukan.
9. Menyehatkan manajemen perguruan tinggi.
10. Ikut berpartisipasi mengamankan program jaringan pengaman sosial.
11. Harus dijalin kerjasama antara perguruan tinggi dengan lembaga industri.
12. Program studi dan kurikulum yang diperbaiki harus berorientasi pada kebutuhan lapangan kerja.

Tahap pembangunan kembali
Tahapan pembangunan perguruan tinggi kembali harus dapat memenuhi tuntutan dan tantangan pada era globalisasi. Dalam menghadapi globalisasi maka transformasi sosial global ini tentunya tidak berjalan dengan mulus, tetapi melahirkan berbagai produk sebagai berikut :
1. Ketegangan antara global dan lokal.
2. Ketegangan antara universal dan individual.
3. Ketegangan antara tadisional dan modernitas.
4. Ketegangan antara program jangka pendek dan jangka panjang.
5. Ketegangan antara kebutuhan berkompetisi dan kesamaan kesempatan bagi semua orang.
6. Kemajuan iptek yang begitu pesat menimbulkan ketegangan dengan keterbatasan kemampuan manusia untuk menyerap kemajuan tersebut.
7. Ketegangan antara yang spiritual dan material.






















BAB VII
OTONOMI PERGURUAN TINGGI SEBAGAI SALAH SATU MODEL PENDIDIKAN DESENTRALISASI

Desentralisasi pendidikan adalah penyerahan kekuasaan pemerintah kepada daerah dalam bidang pendidikan. Salah satu model desentralisasi pendidikan adalah otonomi perguruan tinggi, yaitu pemberian kewenangan secara luas kepada perguruan tinggi untuk mengatur organisasi dan rumah tangganya sendiri dengan badan hokum yang bersifat nirlaba. Unsur – unsur yang terlibat dalam pelaksanaan otonomi perguruan tinggi adalah majelis wali amanat, dewan audit, senat akademik, pimpinan, tenaga edukatif, administrasi, teknisi dan pustakawan.
Desentralisasi diartikan sebagai penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah, sehingga wewenang dan tanggungjawab sepenuhnya menjadi tangungjawab daerah termasuk di dalamnya penentuan kebijakan perencanaan, pelaksanaan maupun yang menyangkut segi – segi pembiayaan dan aparatnya. Beberapa permasalahan yang dihadapi perguruan tinggi dalam menghadapi otonomi perguruan tinggi adalah :
1. Kualitas sumber daya manusia terbatas.
2. Sikap dan budaya kerja yang kurang disiplin.
3. Terbatasnya sumber daya pemerintah untuk menyediakan biaya operasional tahap awal.
4. Terbatasnya kemampuan orang tua untuk menyekolahkan anaknya dengan biaya SPP yang tinggi.
5. Kurangnya kesabaran dosen, teknisi, dan tenaga administrsi untuk berjuang bersama dengan penghargaan yang terbatas sebelum perguruan tinggi menghasilkan cukup dana dari usaha swadananya.




Paradigma perguruan tinggi
Kerangka dasar jangka panjang perguruan tinggi 1996 – 2005, menetapkan paradigma baru perguruan tinggi dari titik sentral, yaitu kualitas perguruan tinggi yang ditopang oleh lima pilar yaitu :
1. Kualitas.
2. Otonomi.
3. Akuntabilitas.
4. Akreditasi.
5. Evaluasi diri.
Penataan sistem pendidikan tinggi adalah peningkatan kualitas keluaran organisasi perguruan tinggi. Ini berarti memenuhi perangkat standar ISO dan kostumer. Perubahan manajemen perguruan tinggi yang dikemukakan oleh IIEEP, UNESCO, aalah sebagai berikut :
1. Dari rencana definitif menjadi pro aktif dalam menjawab peluang yang dinamis dan inovatif.
2. Dari struktur organisasi hirarki menjadi membangun network untuk mengoptimalkan kinerja kolektif.
3. Dari penugasan yang kaku menjadi luwes.
4. Dari jabatan struktur menjadi saling membantu berdasarkan kondisi beban kerja.
5. Dari reaktif menjadi pro aktif dan dari kuratif menjadi preventif.
6. Dari persaingan tidak sehat menjadi kinerja yang optimal.
7. Dari better someness menjadi meaningful difference.
8. Dari yang baku menjadi pengembangan individu dalam konteks modus intrinsic sivitas akademika.
9. Dari stabilitas statis menjadi keseimbangan dalam dinamika perubahan.
10. Dari bersifat dogmatic menjadi aspiratif dan inspiratif.
Sudjawardi mengemukakan bahwa perguruan tinggi memiliki sifat yang spesifik. Kespesifikannya adalah keterkaitannya dengan otonomi pada organisasi yang unit terdepannya adalah jurusan dan program studi harus dikembangkan sesuai dengan potensi, kemajemukan iptek dan kondisi setempat. Perguruan tinggi yang dikelola berdasarkan jurusan dan program studi selalu memiliki kelebihan jurusan dan program studi tersebut dapat mengakomodasikan perubahan dengan cepat, sedangkan jurusan dan program studi lainnya tidak melakukan perubahan. Hal ini sesuai dengan azas fleksibilitas dan meaningfull difference. Struktur ini dapat mengakomodasikan rasa independent jurusan dan program studi.
Selanjutnya Brojonegoro mengemukakan bahwa peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan tinggi adalah :
1. Standar akademik.
2. Kualitas proses pembelajaran.
3. Kualitas dukungan infra struktur administratif.
4. Kualitas keberhasilan peserta didik.
5. Relevansi kegiatan penelitian dan pengabdian pada masyarakat.
Menurut Brojonegoro isu yang perlu diperhatikan adalah :
1. Sistem pendidikan tinggi baku sebanding dengan Negara maju.
2. Proses akreditasi yang tangguh.
3. Proses evaluasi diri.
4. Pemberian otonomi yang luas.
5. Peningkatan kemitraan.
Menurut Supriadi, adanya kerjasama antara industri dan perguruan tinggi dapat mengahasilkan sinergi antara dua kekuatan yang punya uang dan fasilitas dengan punya gagasan. Adanya pergeseran paradigma pendidikan yang sesuai dengan tantangan 21 dikemukakan oleh Makagiansar adalah :
1. Dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat.
2. Dari belajar yang berfokus ke penguasaan pengetahuan ke belajar holistik.
3. Dari citra hubungan guru siswa yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan guru siswa yang bersifat kemitraan.
4. Dari pengajaran yang menekankan penguasaan pengetahuan skolastik ke keseimbangan fokus pendidikan nilai.
5. Dari melawan buta aksara ke literasi teknologi, budaya dan komputer.
Selanjutnya Surakhmad mengemukakan peralihan paradigma pendidikan yang berorientasi pada masa lalu ke paradigma pendidikan masa depan yakni :
1. Dari nilai budaya feodal ke nilai budaya demokrasi.
2. Dari memihak kepentingan penguasa ke kepentingan kerakyatan.
3. Dari pengelolaan secara sentral ke pengelolaan berbasis kekuatan masyarakat.
4. Dari keseragaman ke sikap yang menghargai keberagaman manajemen tergantung pada masyarakat ke manajemen yang mandiri.
5. Dari masyarakat takluk pada penguasa ke masyarakat yang teratur dan kepastian hukum.
6. Dari metodologi yang mengawetkan nilai – nilai usang yang disakralkan ke metodologi yang merintis pengembangan ilmu dan pemanfaatan teknologi.
7. Dari melestarikan kepentingan politik ke orientasi perubahan, pertumbuhan dan kemajuan.
8. Dari sikap kependidikan yang konfronmistik ke sikap pendidikan yang motivatif, merangsang, menghargai kreativitas dan inovasi.
9. Daru usokasionistik ke kerjasama yang terbuka dan fleksibel.
10. Dari kurikuler yang statik dan skolastik, ke kurikuler yang dinamis, riil dan konstektual.

Konsep otonomi perguruan tinggi
Pendidikan tinggi adalah pendidikan jalur pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dari pada pendidikan menengah. Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi. Tujuan pendidikan tinggi adalah :
1. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.
2. mengrmbangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
Perguruan tinggi menyelenggarakan :
1. Pendidikan dan pengajaran.
2. Penelitian dan pengembangan.
3. Pengabdian pada masyarakat.
Sedangkan masalah yang dihadapi perguruan tinggi dalam menghadapi otonomi perguruan tinggi adalah :
1. Kualitas sumber daya manusia terbatas.
2. Sikap dan budaya kerja kurang ysng disiplin.
3. Terbatasnya sumber daya pemerintah untuk menyediakan biaya operasi tahap awal.
4. Terbatasnya kemampuan orang tua untuk menyekolahkan anaknya dengan pembayaran SPP yang tinggi.
5. Kurangnya kesabaran dosen, teknisi, dan tenaga administrasi untuk berjuang bersama dengan penghargaan yang terbatas sebelum perguruan tinggi menghasilkan cukup dana dari usaha swadananya.











BAB VIII
MANAJEMEN PASCA TRANSFORMASI IKIP MENJADI UNIVERISTAS

Latar belakang kebijaksanaan transformasi IKIP menjadi universitas
Ada beberapa isu pokok pendidikan untuk menawarkan transformasi IKIP menjadi universitas antara lain sebagai berikut :
1. Kebutuhan akan perlunya perluasan daya tampung perguruan tinggi, hal ini dapat menjawab tantangan pemerataan pendidikan tinggi.
2. Link and match antara program pendidikan dengan jenis dan program kerja yang terbuka untuk lulusan perguruan tingi baik secara langsung maupun tidak langsung tergambar gagasan konversi IKIP menjadi universitas.
3. IKIP adalah salah satu perguruan tinggi yang diharapkan sebagai penghasil SDM yang brkualitas.
4. Mutu lulusan yang tinggi dibarengi dengan jenis program atau kemampuan yang bervariasi akan memberikan fleksibilitas eksternal yang tinggi pula sesuai dengan situasi pasar kerja yang berkembang cepat.
5. Efisiensi adalah seberapa besat sumber daya yang digunakan untuk suatu hasil yang diinginkan, atau bagaimana rasio antara masukan dan keluaran.
Kadar efisiensi diukur dengan jumlah dan kecepatan waktu masuk kerja. Indikator sukses perguruan tinggi antara lain :
1. Diukur dengan tingkat kegagalan mahasiswa yang rendah.
2. Presentasi mahasiswa yang lulus tinggi.
3. Indeks prestasi mahasiswa yang tinggi.
4. Satuan biaya pendidikan bagi setiap mahasiswa yang rendah.
Dari segi pemanfaatan sumbber daya yang ada tenyata upaya transformasi IKIP menjadi universitas jauh lebih efisien daripada mendidikan universitas yang baru.



Visi dan misi transformasi IKIP menjadi universitas
Pengertian visi dikemukakan oleh Gaffar bahwa visi adalah daya pandang yang jauh, mendalam, dan luas yang merupakan daya fakir abstak yang memiliki kekuatan amat dahsyat dan dapat menerobos segala – segala batas - batas fisik, waktu dan tempat. Oleh karena itu, visi adalah kunci energi manusia, kunci atribut pemimpin dan pembuat kebijaksanaan. Visi dipandang sebagai suatu inovasi dalam pross manajemen strategik. Visi merupakan inti yang sekaligus sumber kegiatan organisasi. Selanjutnya Sinamo mengemukakan rumusan visi dari salah satu gabungan tiga hal sebagai berikut :
1. Apa yang ingin kita capai masa depan.
2. Apa yang ingin kita peroleh masa depan.
3. Kita ingin menjadi apa di masa depan.
Berdasarkan visi tersebut di atas, maka dirumuskan misi universitas. Pengertian misi dikemukakan oleh Sinamo sebagai berikut apa yang kita kerjakan harus kita tuntaskan. Oleh karena itu, misi yang didasarkan atas visi adalah sebagai berikut :
1. Menghasilkan sumber daya manusia yang unggul dalam berbagai bidang yaitu lulusan yang memiliki kemampuan akademik dan profesionalisme yan tinggi.
2. Menghasilkan tenaga kependidikan yang berkualitas tinggi yang menguasai bidang studi dan pedagogi yang mencirikan kemampuan profesionalnya, serta memiliki kepribadian yang mendiri, bermoral etis, dan berbudaya akademik.
3. Menciptakan masyarakat kampus yang berbudaya akademik yang tinggi, responsif, dinamik, dan proaktif terhadap perubahan
4. Memberikan pelayanan pendidikan seumur hidup melalui memberikan peluang kepada anggota masyarakat yang ingin mendapatkan pendidikan lebih lanjut.
5. Menciptakan iklim pendidikan yang kondusif untuk mewujudkan lima pilar pendidikan.
6. Menghasilkan lulusan yang mampu memperbaiki kehidupannya sendiri, keluarga, dan masyarakat serta mampu menciptakan lapangan kerja sendiri.
7. Menghasilkan lulusan yang mampu menjadi anggota masyarakat dunia dan mampu berfungsi efektif dalam pergaulan internasional.
8. Melaksanakan kerjasama yang lebih luas untuk meningkatkan mutu lulusan, hasil – hasil penelitian dan layanan pengabdian kepada masyarakat, sehingga menjadi lembaga pendidikan yang handal dan produktif dalam pelaksanaan Tri Dharma perguruan tinggi.

Analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam transformasi IKIP menjadi universitas
Kekuatan internal IKIP
Kekuatan internal IKIP antara lain sebaai berikut :
1. IKIP responsif terhadap perubahan.
2. IKIP telah mempunyai pengalamn mengelola perguruan tinggi.
3. IKIP menganut prinsip pengelolaan yang fleksibel.
4. IKIP memiliki SDM yang memadai sebagai modal dasar baik kualitas maupun kuantitas.
5. IKIP berada pada lokasi sosial budaya yang relatif mempunyai mobilitas yang tinggi dan terbuka.
6. Adanya kerjasama penelitian antara dosen IKIP dengan Ditjen Dikti, Ditjen Diklusepora, Ditjen Dikdasmen Depdiknas, Bappeda tingkat I dan tingkat II, Kanwil Depdiknas dan Dinas P&K.
7. Tersedianya dosen IKIP yang memiliki kualifikasi program S2 dan S3.
8. Tersedianya fasilitas belajar di IKIP yang cukup memadai untuk melaksanakan proses pembelajaran.

Kelemahan internal IKIP
Kelemahan internal IKIP antara lain sebagai berikut :
1. Dosen IKIP yang mempunyai kualifikasi tamatan Doktot (S3) masih terbatas jumlahnya.
2. Dosen IKIP yang mempunyai kualifikasi S2 dan S3 dalam spesialisasi bidang non-kependidikan masih terbatas jumlahnya.
3. Dosen IKIP yang telah mempunyai jabatan fungsional sebaai guru besar masih sedikit jumlahnya, apalagi guru besar dalam bidang non-kependidikan.
4. Masih banyak dosen IKIP yang belum menguasai Bahasa Inggris.
5. Dosen IKIP kurang memiliki kepekaan aademis dan etos kerja serta kurang mengembangkan sistem evaluasi timbal balik antara dosen dan mahasiswa.

Peluang lingkungan eksternal IKIP
Berbagai peluang dari lingkungan eksternal IKIP antara lain sebagai berikut :
1. Kemajuan iptek akan makin berperan sebagai penggerak dalam pengelolaan perguruan tinggi secara professional.
2. Masih banyaknya hasrat tamatan SLTA untuk memasuki universitas.
3. Dalam era globalisasi dan akan diberlakukannya perdagangan bebas yaitu AFTA tahun 2003 dan APEC tahun 2020

Ancaman dari lingkungan eksternal IKIP
Ada beberapa ancaman dan keterbatasan yang dihadapi universitas antara lain :
1. Dampak dari era reformasi dan globalisasi, masyarakat semakin terbuka, kritis dan dinamis.
2. Dengan berlakunya perdagangan bebas, maka akan timbul perdaingan dalam memperoleh kesempatan kerja yang semakin kompetitif bagi lulusan perguruan tinggi.
3. Laju pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat dapat mempercepat proses pengusangan, maka dituntut lulusan perguruan tinggi untuk continous learning.
4. Adanya kemungkinan pindahnya tenaga berkemampuan tinggi untuk bekerja di Negara ASEAN lainnya.
5. Lulusan LPTK tidak banyak terserap dalam pasaran kerja.
Pengelolaan pasca transformasi IKIP menjadi universitas
Paradigma baru manajemen pendidikan tinggi dikemukakan oleh Bambang Suhendro bahwa titik sentral adalah kualitas perguruan tinggi yang berkelanjutan dengan ditopang oleh lima pilar yaitu :
1. Kualitas.
2. Akuntabilitas.
3. Akreditasi.
4. Evaluasi.
5. Otonomi.
Selanjutnya Suhendro mengemukakan lima komponen paradigma penataan sistem pendidikan tinggi yaitu :
1. Hasil dan kinerja perguruan tinggi harus selalu mengacu pada kualitas yang berkelanjutan.
2. Kualitas yang berkelanjutan dilandasi oleh kreativitas, integenuitas dan produktivitas pribadi sivitas akademika, dapat diransang oleh pola manjemen yang berasaskan otonomi.
3. Otonomi perguruan tinggi harus senafas dengan akuntabilitas mengenai penyelenggaraan, kinerja dan hasil perguruan tinggi.
4. Hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang handal dan syahih mengenai penyelenggaraan, kinerja dan hasil perguruan tinggi diaktualisasikan melalui proses akrerditasi oleh badan akreditasi nasional.
5. Tindakan manajerial utama yang melandasi pengambilan keputusan dan perencanaan di perguruan tinggi adalah proses evaluasi.
Dengan adanya perubahan paradigma di atas tersebut, tentu harus didukung oleh pengelolaan yang baik, baik itu pengelolaan di dalam kampus itu sendiri maupun bekerjasama dengan universitas lain. Pengelolaan kerjasama universitas dilakukan antara lain sebagai berikut :
1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas, jenis dan relevansi kerjasama antar lembaga, khususnya dengan perguruan tinggi yang maju baik dari dalam maupun luar negeri, lembaga penelitian, dunia usaha dan industri serta instansi lain yang tekait untuk mendorong berkembang dan berfungsinya unsur – unsur kelembagaan universitas dalam mengemban visi dan misi universitas.
2. Mengembangkan sistem manajemen yang luwes, sehingga memungkinkan peningkatan ragam, jenis, jumlah, dan mutu kerjasama dengan berbagai pihak dalam upaya mendekatkan universitas dengan stake-holders dan pasar kerja.
3. Mengembangkan inisiatif dan kreativitas untuk memulai terjadinya kerjasama dengan pihak – pihak lain, khususnya lembaga pemerintah, dunia usaha, dunia kerja dan masyarakat lainnya.
4. Menggalang kedekatan dengan lembaga pendidikan seperti pendidikan dasar dan menengah untuk terus berperan dalam pengembangan model pembelajaran, peningkatan kualitas pengejaran, dan mutu lulusannya yang profesional.
Berkaitan dengan kerjasama ini juga dikemukakan oleh Supriadi bahwa dengan adanya kerjasama antara perguruan tinggi dan industri dapat menghasilkan sinergi antara dua kekuatan yang punya uang dan fasilitas dengan yang punya gagasan.












BAB IX
KAJIAN MANAJEMEN DAN KRITERIA KEBERHASILAN PENDIDIKAN

Pengertian manajemen pendidikan
Manajemen adalah seni untuk melaksanakan suatu pekerjaan melalui orang lain. Selanjutnya. Sroner, mengemukakan bahwa manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pemimpinan dan pengendalian upaya anggota organisasi dan penggunaan semua sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.
Manajemen merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mencapai sasaran yang telah dirumuskan sebelumnya yan kegiatannya banyak terdapat pada organisasi perusahaan, bisnis kesehatan dan pendidikan. Selanjutnya Durbin mengemukakan bahwa manajemen sebagai kemudahan khusus dalam pengetahuan orang banyak secara efektif sesuai dengan tujuan dan pencapaian hasil secara bersama yang telah ditetapkan. Berdasarkan definisi tersebut di atas, dapat dirumuskan bahwa manajemen pendidikan sebagai seluruh proses kegiatan bersama dan dalam bidang pendidikan dengan memanfaatkan semua fasilitas yang ada, baik personal, material, maupun spiritual untuk mencapai tujuan pendidikan. Manjemen dalam lingkungan pendidikan adalah mendayagunakan berbagai sumber secara optimal., relevan, efektif dan efisien guna menunjang pencapaian tujuan pendidikan.
Selain itu, manajemen pendidikan berperan untuk memberdayakan berbagai komponen sistem pendidikan. Dengna memberdayakan komponen – komponen sistem pendidikan tersebut, agar keberhasilan pendidikan tercapai dalam arti prestasi, suasana dan ekonomi.

Ruang lingkup manajemen pendidikan
Oteng Sutisna mengemukakan formulasi tentang manajemen pendidikan yang terdiri dari :
1. Manajemen merupakan kordinasi kegiatan dalam organisasi pendidikan.
2. Manajemen merupakan alat untuk mengenai tujuan organisasi pendidikan.
3. Manajemen menyertakan banyak orang dalam proses pendidikan seperti peserta didik, guru, pegawai tata usaha, dan orang tua murid.
4. Partisipasi guru dan orang lain dalam organisasi pendidikan.
Selanjutnya Sutisna mengemukakan studi universitas Ohio di Amerika Serikat membuat kesimpulan bahwa tugas kewajiban manager sekolah yang paling penting ialah :
1. Menetapkan tujuan – tujuan.
2. Membuat kebijaksanaan.
3. Menentukan peranan – peranan.
4. Mengkoordinasikan fungsi – fungsi manajemen.
5. Menganalisis efektifitas.
6. Menggunakan sumber – sumber pendidikan dari masyarakat.
7. Bekerja dengan kepemimpinan untuk meningkatkan perbaikan dalam pendidikan.
8. Melibatkan orang – orang.
9. Melakukan komunikasi.

Pendekatan manajemen pendidikan
Soejipto dan Raflis Kosasih mengemukakan berbagai tinjauan manajemen pendidikan sebagai berikut :
1. Manajemen pendidikan mempunyai pendekatan kerjasama untuk mencapai tujuan pendidikan.
2. Manajemen pendidikan mengandung pendekatan proses untuk mencapai tujuan pendidikan.
3. Manajemen pendidikan menggunakan suatu pendekatan sistem untuk mencapai tujuan pendidikan.
4. Manajemen pendidikan menggunakan pendekatan proses pengambilan keputusan.
5. Manajemen pendidikan menggunakan pendektan komunikasi.
Disamping pendekatan tersebut di atas, maka pendekatan yang lain dalam manajemen pendidikan adalah sebagai berikut :
Pendekatan manajemen klasik
Prinsip – prinsip manajemen klasik yang dikemukakan oleh Fayol antara lain sebagai berikut :
1. Pembagian kerja.
2. Otoritas.
3. Disiplin.
4. Kesatuan perintah.
5. Kesatuan arah.
6. Mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi.
7. Pemberian upah.
8. Pemusatan.
9. Jenjang jabatan.
10. Kestabilan staf.
11. Inisiatif.
12. Semangat korps.

Pendekatan perilaku manusia
Menurut Fallet dan Barnotd dalam Storner mengemukakan antara lain :
1. Kepemimpinan tidak seharusnya datang dari kekuatan otoritas formal, tetapi dari keahlian dan pengetahuan manajer yang lebih tinggi.
2. Organisasi dapat bekerja secara efisien bila kebutuhan perorangan diperlukan.
Pendekatan perilaku manusia muncul sebagai reaksi terhadap pendekatan klasik yang tidak dicapai secara efisiensi produksi dan keseragaman kerja yang sempurna. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hubungan antar manusiawi dalam suatu organisasi antara lain sebagai berikut :
1. Membina hubungan antar manusiawi yang baik dalam suatu organisasi dapat merangsang kerja yang lebih baik dan keras.
2. Harus diperhatikan faktor – faktor sosial dan psikologsi yang dapat mendorong menciptakan hubungan antar manusiawi.
3. Harus diperhatikan kesejahteraan pekerja dan penyedia harus mempunyai perhatian khusus terhadap karyawan.
4. Harus diperhatikan kelompok kerja informal dalam lingkungan sosial karyawan sangat berpengaruh terhadap produktivitas organisasi.
5. Harus diperhatikan sikap persahabatan dan keakraban dalam suatu organisasi yang dapat meningkatkan produktivitas organisasi.

Pendekatan sistem
Pendekatan ini memandang organisasi sebagai suatu sistem yang dipersatukan dan berguna, yang terdiri atas bagian – bagian yang saling berkaitan. Pendekatan sistem tidak membahas bagian – bagian itu secara terpisah, tetapi memberikan kepada manajer untuk melihat organisasi secara keseluruhan atau holistik. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pendekatan sistem antara lain sebagai berikut :
1. Sub-sistem, berarti bagian – bagian yang membentuk keseluruhan suatu sistem yang disebut dengan sub-sistem dari kesatuan yang lebih besar.
2. Sinergi, berarti keseluruhan itu lebih besar daripada hasil penjumlahan bagian – bagiannya.
3. Sistem terdiri dari sistem terbuka dan sistem tertutup. Sistem terbuka bila organisasi berhubungan dengan lingkungan. Sistem tertutup bila organisasi tidak berhubungan dengan lingkungan.
4. Batas system, setiap sistem mempunyai batas yang memisahkannya dari lingkungannya.
5. Arus, suatu sistem mempunyai arus informasi, bahan dan energi. Hal ini termasuk input, proses, output, dan feed-back.
Pendekatan kontijensi
Para manajer bertugas untuk menentukan metoda dan teknik yang tepat pada waktu dan situasi terpadu untuk mencapai tujuan organisasi yang baik. Para manajer pula mendorong para karyawan untuk meningkatkan produktivitas organisasi. Pendekatan ini berusaha memulihkan faktor – faktor yang menentukan tugas atau masalah tertentu, dia menjelaskan hubungan fungsional antara faktor – faktor yang saling berhubungan.

Pendekatan perspektif terpadu
Engkoswara mengemukakn tentang –pendekatan perspektif terpadu itu juga disebut dengan pendekatan integratif. Pendekatan ini didasarkan kepada norma dan keadaan yang berlaku, menelah ke masa silam dan berorientasi ke masa depan secara cermat dan terpadu dalam berbagai dimensi seperti pemerintah, swasta, pengusaha, tenaga kerja, ilmuwan, ulama, dan berbagai sektor pembangunan.
Pendekatan perspektif terpadu merupakan sintesis terhadap kesan bahwa penataan pendidikan di Indonesia pada saat ini masih bersifat pragmatik dan belum terintegrasi dan saling menunjang dalam suatu kurun waktu yang cukup jauh ke masa depan dan belum berjalan sebagaimana mestinya. Melalui pendekatan ini pendidikan dapat menghasilkan manusia terdidik, tetapi banyak yang tidak ke mana kelak bekerja. Jangan sampai menghasilkan tenaga terdidik yang jenis dan jumlahnya jauh menyimpang dari kebutuhan pembangunan.

Hubungan ilmu manajemen pendidikan dengan ilmu lainnya
Salah satu cabang ilmu sosial yang mempellajari fenomena sosial yang berhubungan dengan kerjasama dan dinamika manusia dalam mencapai tujuan adalah ilmu manajemen. Ilmu manjemen sebagai cabang ilmu sosial dalam perkembangannya banyak disiplin ilmu lain yang memberikan sumbangan terhadap ilmu manajemen antara lain sebagai berikut :
1. Manajemen dengan ilmu politik.
2. Manajemen dengan ilmu ekonomi.
3. Manajemen dengan psikologi atau psikologi sosial.
4. Manajemen dengan sosiologi.
5. Manajemen dengan antropologi.
6. Manajemen dengan hukum.
7. Manajemen ilmu eksak.

Pengkajian ilmu pendidikan
Untuk membedakan ilmu yang satu dengan yang lainnya, maka perlu ditetapkan suatu kriteria. Suriasumantri mengemukakan kriteria ilmu ialah :
1. Ontologi, apa yang dikaji oleh pengetahuan itu.
2. Epistimologi, bagaimana caranya mendapatkan pengetahuan tersebut.
3. Aksiologi, untuk apa pengetahuan tersebut dipergunakan.
Bila ditinjau kriteria keilmuan dari ontologi, epistimologi, dan aksiologi, maka ditinjau sebagai berikut, ontologi adalah pendidikan sepanjang hayat yang disebut dengan educative process is the life process atau disebut dengan life long education. Epistimologi menggunakan pendekatan interdispliner dari berbagai ilmu Bantu yang disebutkan di atas. Aksiologi bersifat pragmatis karena ukuran normatifnya bersifat perubahan perilaku yang dapat terjadi sepanjang hayat di setiap pendidikan yaitu pendidikan formal, informal dan non formal.

Kiteria keberhasilan pendidikan
Gain mengemukakan bahwa masalah produktivitas berhubungan dengan kerja manusia dan efisiensi. Kerja manusia disebabkan oleh kebutuhan yang tergantung kepada tingkat pendapatan. Utuk memeuhi kebutuhan dasar manusia seperti sandang, pangan, papan, pakaian, kesehatan dan pendidikan perlu diperhatikan untuk meningkatkan produktivitas kerja dan efisiensi manusia.


Selanjutnya Stoner mengemukakan kriteria keberhasilan organisasi sebagai berikut :
1. Kelompok linkungan dalam organisasi yang terdiri dari pemilik dan pekerja.
2. Kelompok lingkungan luar organisasi yang terdiri dari rekanan, pelanggan, kreditor, masyarakat, dan pemerintah.
Semua hal tesebut di atas, merupakan komponen – komponen yang bersifat multi nasional dari efektifitas organisasi. Berkaitan dengan kriteria hasil pendidikan ini dikemukakan oleh Achmad Sanusi sebagai berikut :
1. Hasil pendidikan dalam arti layanan pendidikan. Artinya banyak ragam layanan pendidikan yang dapat diciptakan atau diproduksi dan ditwarkan.
2. Hasil pendidikan nerupakan perolehan yang dicapai peserta didik dan berbagai kegiatan belajarnya.
3. Hasil pendidikan dalam arti prestasi ekonomis finansial yang ditampilkan dan diterima peserta didik sesudah selesai mengikuti program pendidikannya.
4. Hasil pendidikan merupakan output sosial budaya yang diciptakan, diproduksi dan diserahkan oleh para lulusannya kepada masyarakat.